Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Trauma Bisa Sebabkan Tantrum yang Berlebihan pada Anak, Ketahui Tandanya

Tantrum pada anak umum terjadi. Injmerupakan suatu ledakan perilaku yang mencerminkan respon disregulasi terhadap rasa frustasi yang dialami anak.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Trauma Bisa Sebabkan Tantrum yang Berlebihan pada Anak, Ketahui Tandanya
freepik.com
Ilustrasi cara mengatasi anak tantrum 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tantrum pada anak umum terjadi. Injmerupakan suatu ledakan perilaku yang mencerminkan respon disregulasi terhadap rasa frustasi yang dialami anak.

Tantrum merupakan suatu perkembangan normal sesuai dengan usia anak.

Baca juga: Anak Tantrum, Orang Tua Jangan Lakukan Dua Hal Ini

Namun, bisa menjadi abnormal jika tantrum berlanjut sampai anak yang lebih besar hingga remaja.

Pada anak yang mengalami trauma, berisiko mengalami peningkatan tingkat tantrum hingga menjadi abnormal.

Anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) I Gusti Ayu Trisna Windiani ungkap tantrum berlebihan, terus-menerus, dan sulit dikendalikan menjadi tanda adanya masalah yang lebih dalam.

Baca juga: Terpapar Smartphone Lebih dari 20 Menit Bisa Picu Tantrum pada Anak

Maka orangtua atau pengasuh perlu mempertimbangkan indikasi ini mengarah pada tantrum abnormal karena adanya Post-traumatic stress disorder (PTSD)

Berita Rekomendasi

"Salah satu kita pikirkan tantrum patologis adalah PTSD. Stres, yang tiba-tiba dia kehilangan orang dia cintai misalnya. Atau tiba-tiba rumah terbakar, kehilangan barang, tiba-tiba sekolah dan sebagainya," ungkapnya pada media briefing virtual, Rabu (24/4/2024).

Stres bisa juga datang usia anak mengalami suatu kejadian kecelakaan.

Peristiwa traumatis yang berujung pada PTSD bisa memiliki dampak yang berbeda.

Ada secara internalisasi, yaitu merasa sedih dan murung terus menerus, ada juga yang secara eksternalisasi

"Eksternalisasi, ketika mengalami kekerasan, dia akan menjadi pelaku kekerasan. Merusak barang, menghantam, menghancurkan semua, sehingga sama dengan saya," jelas dr Ayu.

Keduanya sangat berhubungan, maka perlu berhati-hati ketika anak kehilangan orangtua, mengalami bencana.

"Perlu lakukan skrining. Ada dampak gangguan psikologi dan sebagainya. Itu tugas besar untuk kita semua," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas