Pengamat: Jokowi Telah Berkuasa 2 Periode, Tak Perlu Lagi Terlibat pada Kekuasaan Selanjutnya
Pengamat menyebut Jokowi yang telah berkuasa 2 periode seharusnya tidak perlu lagi terlibat aktif pada kekuasaan selanjutnya.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa berbicara soal wacana Joko Widodo (Jokowi) kembali maju menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Menurut dia, munculnya wacana Jokowi kembali tampil di Pemilu ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Baca juga: Ada Waktunya Nanti Capres dan Cawapres 2024 Diumumkan, Megawati Minta Kader PDIP Bersabar
"Perlu kajian komprehensif atas wacana Jokowi menjadi Cawapresnya Prabowo di tahun 2024, apa melanggar atau tidak secara konstitusi," kata Herry Mendrofa, Minggu (25/9/2022).
"Maka penafsiran hukum yang tepat harus diuji dengan baik terhadap penerimaan publik juga atas isu ini," ujarnya.
Ia menambahkan, aturan demokrasi di Indonesia telah membatasi terkait masa jabatan Presiden, yakni selama dua periode berkuasa.
Pembatasan itu, merupakan bentuk manifestasi dari era reformasi.
"Artinya secara tidak langsung Jokowi yang telah berkuasa 2 periode tidak perlu lagi terlibat aktif pada kekuasaan selanjutnya," tuturnya.
Di sisi lain, Jokowi telah menyatakan diri menolak kembali ikut di Pilpres 2024.
Menurut dia, wacana ini bisa saja dilontarkan oleh kalangan yang tidak ingin Jokowi lengser dari kursi Presiden.
Sehingga, kata Herry, kader PDIP itu perlu barhati-hati terhadap wacana ini.
Baca juga: Isu Jokowi Jadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024, Fadli Zon: Secara Moral Apakah Memungkinkan?
"Belum lagi persoalan regenerasi yang secara moral Jokowi mestinya tidak perlu berkompetisi lagi di Pilpres mendatang agar konstelasi demokrasi yang berkualitas itu berjalan seperti biasanya," katanya.
Herry berharap munculnya wacana Jokowi cawapres ini dapat dipertimbangkan kembali dan perlu mengedepankan etika politik.
"Ke depannya diskursus seperti ini mestinya dibangun dalam konteks mengedepankan etika politik dan mendorong perubahan yang sifatnya sehat terhadap demokrasi," ujarnya.