Aktivis Dorong KPU-Bawaslu Libatkan Difabel Dalam Penyelenggaraan Pemilu
Aktivis untuk hak-hak penyandang disabilitas, Sunarman berharap KPU dan Bawaslu turut melibatkan penyandang disabilitas dalam penyelenggaan Pemilu.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis untuk hak-hak penyandang disabilitas, Sunarman berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu turut melibatkan penyandang disabilitas atau difabel dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Ia menilai, jika difabel turut disertakan dalam proses, hal ini akan membantu pemilih difabel lainnya untuk mendapatkan hak-haknya dalam Pemilu.
"Kita mendorong agar penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu itu melibatkan teman-teman difabel," kata pria yang akrab disapa Maman pada diskusi bertajuk 'Sudah Saatnya Difabel Menjadi Warga Kelas Satu' di kantor DPP PKB, Kamis (19/1/2023).
Selama 5 tahun bergabung di Kantor Staf Presiden (KSP), menurutnya sudah banyak kemajuan dengan keikutsertaan sejumlah komunitas difabel untuk melakukan sosialisasi dan simulasi kepada peserta Pemilu difabel lainnya.
Sekira ada 150 komunitas disabilitas dari Aceh hingga Papua yang siap berkontribusi untuk pelaksanaan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah.
"Artinya bahwa ada 150 lebih komunitas disabilitas yang siap menjadi bagian dari proses-proses demokrasi, pesta demokrasi. Baik itu sebagai relawan pemantau, bahkan menjadi anggota TPS," kata Maman.
Maman mengatakan, pemerintah sudah mempunyai undang-undang tentang jaminan hak pilih dan dipilih, termasuk bagi penyandang disabilitas.
Maman juga berharap pada tahun ini bahwa ketika bicara semua penyandang disabilitas itu punya hak yang sama untuk menggunakan hak pilihnya, termasuk penyandang disabilitas mental.
Baca juga: Akses Bagi Penyandang Disabilitas Disebut Masih Minim
Ia juga berharap disabilitas mental tidak dipolitisasi, karena menurutnya disabilitas mental juga punya hak yang sama untuk memilih.
"Tolong jangan dipolitisasi. Dulu tahun 2018 ada tokoh-tokoh yang mengatakan, saking ngebetnya terpilih menjadi presiden. Orang-orang gila pun diberikan hak untuk nyoblos. Jadi pemahaman teman-teman disabilitas mental, kalau bahasa medisnya ODGJ, itu punya hak yang sama," jelasnya.