Berkaca Kekacauan Pemilu 2019, Komisi II DPR Dorong KPU Audit Sistem Teknologi
Mardani Ali Sera mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan audit sistem teknologi informatika atau IT.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan audit sistem teknologi informatika atau IT.
Hal ini disampaikannya dalam diskusi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (20/1/2023)
Mardani menilai bahwa sistem di KPU saat ini masih memiliki catatan untuk dievaluasi.
“Audit itu akan memastikan bahwa dia kokoh tidak mudah di inpiltrasi, teman-teman masih ingat ga ketika 2019, ada kekacauan dalam IT-nya KPU sampai akhirnya teman-teman civil society, di antaranya kawalpemilu.co.org itu 2014 bekerja amat keras juga, untuk mewujudkan itu di 2014, di 2019 juga, sehingga buat saya sistem ini harus di audit,” kata Mardani Ali.
Ia pun berkaca dari Pemilu 2019, di mana salah satu Komisioner KPU ingin menggunakan sirekap.
Namun, menurut Mardani Ali, sampai saat ini KPU tidak memiliki payung hukum untuk menggunakan sistem informasi dan teknologi tersebut.
"Saya ingat 2019, maaf nyebut nama, KPU perempuan Evi Novida Ginting maksa banget sirekap itu, saya bilang, kita gak punya payungnya, sampai sekarang sistem informasi dan teknologi ini, itu tidak punya payung yang kuat, karena kita tidak merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Mardani Ali.
“Kami PKS termasuk yang mendorong revisi, tapi pemerintah tidak mau revisi, malah mengambil jalur Perppu," lanjut Legislator Partai Keadilan Sejahtera ini.
Baca juga: KPU Susun Daerah Pemilihan Lokasi Khusus Supaya Masyarakat Adat Ikut Pemilu 2024
Ia pun menuturkan KPU harus mampu merinci informasi terkait kriteria sistem informasi yang dimiliki seperti Sipol, Silon, yang juga diaudit oleh auditor terpercaya, sehingga dapat menjaga kepercayaan publik.
Selain itu, menurutnya KPU juga perlu membuktikan terkait dugaan kecurangan meloloskan salah satu partai.
Dia mengatakan meski Bawaslu telah menjawab hal itu, KPU dinilai tetap perlu membuktikannya.
"Kemarin rame tuh ada partai-partai yang dianggap diloloskan, katanya ada peran Istana, dan itu tidak terjawab sampai sekarang, benar Bawaslu sudah mengatakan itu tidak ada, tetapi publik ingin tahu, dasarnya apa, mana datanya, faktanya, mana dokumennya, mana prosesnya,” katanya.
“Karena itu yang diaudit itu bukan cuma sistem elektroniknya, tapi pandangan saya bisnis prosesnya juga harus diaudit, seperti apa bisnis perencanaannya? Seperti apa produksinya? Bagaiamana mungkin satu proses evaluasi terhadap sistem ini?" ucap Mardani.
Baca juga: Isu Ditawari Menteri di Kabinet Jokowi, PKS Tegaskan Tetap Oposisi
Mardani Ali menambahkan KPU juga perlu memiliki ahli IT dalam struktur organisasinya.
Padahal, menurutnya, sistem KPU menjadi salah satu landasan pengambilan keputusan.
"Terkahir pandangan saya sampai sekarang teman-teman KPU berat sebetulnya, mereka punya ide besar tapi kalau kita liat dari struktur organisasi KPU tidak ada yang spesifik yang bertanggung jawab kepada IT," katanya.
"Sampai sekarang gak ada yang spesifik di KPU, orang nya tidak spesifik, anggarannya tidak ada, tapi dibahas, ini sangat berbahaya, padahal ini sesuatu yang sangat dijadikan landasan banyak pengambilan keputusan strategis," imbuhnya.