Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fahri Hamzah Soal Utang Rp50 Miliar Anies Baswedan: Harusnya Tak Boleh Ada, Itu Permufakatan Jahat

Fahri mengatakan, harusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengincar dan menindak capres dari Partai NasDem untuk Pilpres 2024 itu.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Fahri Hamzah Soal Utang Rp50 Miliar Anies Baswedan: Harusnya Tak Boleh Ada, Itu Permufakatan Jahat
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Fahri Hamzah. Ia angkat bicara terkait utang Rp50 Miliar Anies Baswedan kepada pasangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga Uno. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah angkat bicara terkait utang Rp50 Miliar Anies Baswedan kepada pasangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga Uno.

Fahri mengatakan, perjanjian utang piutang antar politisi tidak boleh ada dan seharusnya ditiadakan.

"Ya memang perjanjian seperti itu tidak boleh ada. Dan kita harus berkomitmen supaya perjanjian utang piutang antar politisi di belakang layar itu harus ditiadakan," kata Fahri, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Sebab, lanjut Fahri, hal tersebut merupakan permufakatan jahat.

"Karena kan niatnya mau menggunakan kekuasaan kan untuk tujuan yang tidak ada dalam peraturan dan tujuan penyelenggaraan kekuasaan itu sendiri," jelasnya.

Lebih lanjut, Fahri mengatakan, harusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengincar dan menindak capres dari Partai NasDem untuk Pilpres 2024 itu.

BERITA TERKAIT

"KPK harusnya mengincar itu. Kalau ada perjanjian dengan pengusaha, dengan orang kaya, apa duit dan sebagainya itu harus ditangkap itu harusnya. Itu enggak boleh ada," tegas Fahri.

Baca juga: Zulfan Lindan Sebut Ganjar & Prabowo Mesti Bersatu Jika Anies Maju Capres: Kalau Terbelah Bisa Kalah

Eks Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu kemudian menjelaskan lebih detail terkait poin korupsi dalam utang Anies Baswedan.

"Ya kalau Anda misalnya meminjam uang, dengan mengatakan 'nanti kalau kita menang enggak usah dilunasi'. Uangnya hilang enggak? Kan enggak hilang uangnya. Rp50 Miliar itu kan tetap uang. Kan harus tetap dikompensasi dari kekuasaan," terang Fahri.

Menurutnya, praktik-praktik kesepakatan perjanjian di balik layar antar politisi ini harus dihentikan jika Indonesia ingin bersih dari korupsi.

"Kita kalau mau bersih dari korupsi, begini cara kita mengelola negara. Hentikan ada permainan di belakang layar," ucapnya.

Menurut Fahri, jika para pemilik modal ingin memberikan bantuan kepada politisi, baiknya melalui institusi secara resmi.

Hal itu dijelaskannya, seperti sistem donor demokrat di Amerika Serikat.

"Di Amerika itu ada register democrat, donor demokrat. Donor republik," katanya.

"Dan itu mengumumkan diri dan negara enggak boleh mengganggu. Hak donor itu harus dilindungi juga. Tapi kepentingan donor itu nanti formil," sambung Fahri.

Klarifikasi Anies Baswedan Soal Utang Rp50 Miliar di Pilkada DKI 2017

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya memberikan klarifikasi terkait adanya perjanjian utang sebesar Rp 50 miliar kepada pasangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga Uno.

Utang Rp 50 miliar Anies kepada Sandiaga Uno itu awalnya diungkap politikus Partai Golkar, Erwin Aksa saat menjadi bintang tamu di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored yang tayang pada Sabtu (4/2/2023).

Terkait kabar utang Rp 50 miliar itu, Anies Baswedan memberikan jawaban.

Anies mengatakan saat dirinya maju dalam Pilkada DKI Jakarta bersama Sandiaga Uno pada 2017, ada banyak sumbangan yang masuk.

Sumbangan dana kampanye itu ada yang diketahuinya, ada pula yang tidak ia ketahui.

Dari sekian sumbangan itu, ada yang berupa sumbangan langsung dimana pemberi sumbangan atau dukungan itu meminta dicatat sebagai utang.

"Ada pinjaman, sebenarnya bukan pinjaman, yang pemberi dukungan ini minta dicatat sebagai hutang. Jadi, dukungan (kampanye) yang minta dicatat sebagai utang," kata Anies dalam tayangan di channel Youtube Merry Riana, Jumat (10/2/2023).

Atas dukungan atau sumbangan itu, apabila Anies gagal memenangi Pilkada DKI maka akan dicatat sebagai utang dan harus dikembalikan.

Dikatakan Anies, dalam pemberian dukungan itu, Sandiaga Uno bertindak sebagai penjamin, bukan sebagai pemberi pinjaman.

Adapun uang sebesar Rp 50 miliar itu berasal dari pihak ketiga.

Namun, Anies tidak mengungkap siapa pihak ketiga yang ia maksud.

"Nah itu kan dukungan tu, nah siapa penjaminnya, nah penjaminnya pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari pak Sandi. itu ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya menyatakan (untuk dicatat sebagai utang," kata Anies.

Anies mengakui, perjanjian itu dilakukan secara tertulis dan ia yang menandatangani surat perjanjian itu.

Namun, dengan dirinya telah memenangi Pilkada DKI Jakarta pada 2017, utang Rp 50 miliar itu dinyatakan lunas dan tidak perlu dibayar sesuai yang tercantum dalam perjanjian.

"Apabila kami menang pilkada maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan selesai, bentuk dukungan. Jadi, itulah yang terjadi. Begitu pilkada selesai, menang, selesai," ujar Anies.

Bakal capres dari Partai NasDem ini justru heran dengan pihak yang mengungkapnya saat ini.

Anies juga menyatakan siap memperlihatkan dokumen perjanjian itu apabila memang diperlukan.

"Ada dokumennya, kalau suatu saat perlu dilihat ya boleh saja karena tidak ada sesuatu yang luar biasa di situ. Jadi tidak ada sebuah utang yang hari ini harus dilunasi karena Pilkadanya selesai. Menjadi aneh kalau sekarang dibicarakan," terang Anies.

Sebelumnya, soal utang Rp 50 miliar Anies ini diungkap Erwin Aksa.

Erwin menyebut, saat putaran pertama Pilkada DKI 2017, Sandiaga sempat meminjamkan uang Rp 50 miliar kepada Anies untuk logistik pemenangan.

"Karena yang punya likuiditas itu Pak Sandi, kemudian memberikan pinjaman kepada Pak Anies," kata Erwin.

Adapun jumlah pinjaman dari Sandiaga kepada Anies itu menurut Erwin sekitar Rp 50 miliar.

"Nilainya berapa yah, Rp 50 miliar barangkali," ucapnya.

Utang Rp 50 miliar tersebut, kata Erwin, belum lunas dibayar oleh Anies kepada Sandiaga.

Ia juga menuturkan bahwa draft perjanjian tersebut dibuat oleh pengacara Sandiaga Uno.

Selain itu, kata Erwin, perjanjian itu dibuat atas kemauan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

"Saya kira belum (lunas) barangkali yah. Pak JK sendiri yang menasehati kita kok," imbuh Erwin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas