KY Masih Verifikasi Tiga Laporan Terkait Etik Hakim PN Jakarta Pusat Atas Putusan Penundaan Pemilu
Setelah proses verifikasi selesai, dan laporan dinyatakan lengkap, maka selanjutnya kata Miko, akan diteruskan ke sidang panel.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial RI menyatakan telah menerima tiga laporan masuk terkait dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan penundaan pemilu.
Atas laporan itu kini KY melakukan verifikasi.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, keperluan verifikasi itu merupakan salah satu proses yang memang dilakukan pihaknya setiap kali mendapati laporan etik hakim.
"Sekarang kita dalam proses verifikasi, dalam proses verifikasi ini untuk melihat kelengkapan daripada laporan, baik kelengkapan formil maupun kelengkapan materil," kata Miko saat ditemui di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Senin (20/3/2023).
Baca juga: KY Terima 3 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim PN Jakarta Pusat Terkait Putusan Penundaan Pemilu
Setelah proses verifikasi selesai, dan laporan dinyatakan lengkap, maka selanjutnya kata Miko, akan diteruskan ke sidang panel.
Dalam sidang tersebut, nantinya akan ditentukan apakah laporan tersebut dapat ditindaklanjuti atau tidak.
"Kalau bisa ditindaklanjuti maka kita akan adakan pemeriksaan, tapi kalau tidak ya kita hentikan perkaranya ya," ujar Miko.
Tak hanya melakukan pemeriksaan, KY juga kata Miko menerapkan pendalaman atas laporan tersebut.
Baca juga: Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Soal Penundaan Pemilu Patut Diduga Ultra Petita
Pendalaman dilakukan, untuk mengetahui lebih jauh, soal kenapa majelis hakim PN Jakarta Pusat bisa menjatuhkan putusan yang demikian.
Bahkan lebih jauh, jika memang nantinya dibutuhkan pendalam lanjutan maka pihaknya kata Miko, akan memanggil hakim yang bersangkutan.
"Itu satu proses, proses yang lain kita juga melakukan pendalaman untuk melihat mengapa hakim menjatuhkan putusan seperti ini salah satu caranya yang dipertimbangkan adalah untuk memanggil hakim untuk klarifikasi," kata Miko.
"Tapi itu kan juga satu cara saja ya, kalau ada cara cara lain yang bisa ditempuh oleh komisi yudisial dan dirasa cukup ya kita tidak perlu memanggil hakim untuk klarifikasi," tukas dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Yudisial RI (KY) Miko Ginting menyatakan, sejauh ini pihaknya telah menerima laporan dari tiga kelompok atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penundaan pemilu.
Miko menyatakan, laporan itu diterima pihaknya mulai tanggal 6 Maret 2023 kemarin.
Baca juga: Bawaslu Akui Dilematis Menghadapi Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024
"Per 6 maret 2023 komisi yudisial sudah menerima tiga laporan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam putusan ini, putusan 757 ini," kata Miko dalam forum group discussion dengan tema 'Pemilu Ditunda siapa Dalangnya' Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Senin (20/3/2023).
Adapun tiga kelompok yang melayangkan laporan tersebut yakni kata dia, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Kongres Pemuda Indonesia dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
"Jadi tiga kelompok sudah memberikan laporan kepada komisi yudisial," ujar Miko.
Dirinya menyatakan, dalil atau inti dari pelaporan ketiga kelompok itu kata dia hampir senada.
Di mana, mereka menyinggung soal kompetensi dari hakim yang memutus perkara gugatan tersebut serta soal peraturan perundang-undangan yang dinilai ditabrak dalam putusan itu.
"Di mana dalam perma konstitusi itu jelas bahwa pemilu itu dilakukan 5 tahun sekaki, begitu juga dengan undang-undang," kata dia.
"Jadi pemohon ini mendalilkan bahwa satu ya putusan ini jelas-jelas menabrak norma konstitusi uud 1945, kedua menabrak uu pemilu, ketiga para pelapor ini mengatakan bahwa ada juga salah satu peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2019 itu soal tata cara mengadili untuk perbuatan melawan hukum dari pemerintah atau badan," sambungnya.
Dalam Perma itu kata dia menyatakan bahwa untuk perbuatan melawan hukum itu yang dilakukan oleh badan atau pemerintah dalam hal ini KPU, itu sejatinya dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara bukan ke Pengadilan Negeri.