600 Lebih Caleg Perempuan Terancam Tidak Ikut Pemilu 2024 Gara-gara PKPU Baru
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait penghitungan kuota minimal 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan dinilai bermasalah.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Summapow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait penghitungan kuota minimal 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan dinilai bermasalah.
Lantaran Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tersebut dapat mengurangi jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Untuk caleg DPR RI saja jumlahnya bisa berkurang hingga 684 orang perempuan.
Angka tersebut lahir dari hasil simulasi yang dibuat Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan.
"Pengurangan jumlah caleg perempuan tersebut sangat besar dan itu baru sebatas caleg DPR RI. Pengurangan caleg perempuan akan lebih besar lagi pada caleg DPRD provinsi karena jumlah dapilnya ratusan dan DPRD kabupaten/kota yang jumlah dapilnya ribuan," kata Titi Anggraini, bagian dari koalisi, Rabu (9/5/2023).
Baca juga: Sebelum Mendaftar ke KPU, PDIP Matangkan Persiapan Para Bakal Caleg
Titi yang juga merupakan dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI) menegaskan simulasi penghitungan tersebut merupakan gambaran betapa parahnya PPKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggembosi keterwakilan perempuan di parlemen.
Lebih lanjut, Titi menjelaskan masalah dalam Pasal 8 Ayat 2 menyatakan hasil penghitung kuota 30 persen dibulatkan ke bawah apabila berupa pecahan dengan dua angka di belakang koma tak mencapai 50.
Ketentuan ini berbeda dengan regulasi Pemilu 2019 yang menggunakan pendekatan pembulatan ke atas berapa pun angka di belakang koma.
Sebagai contoh, di sebuah dapil terdapat 4 kursi anggota dewan dan partai politik hendak mengajukan 4 bakal caleg.
Dengan ketentuan kuota 30 persen, berarti partai politik harus mengajukan 1,2 (satu koma dua) orang caleg perempuan.
Lantaran ada ketentuan pembulatan ke bawah, partai akhirnya hanya wajib mendaftarkan 1 caleg perempuan.
Padahal 1 caleg perempuan dari 4 nama caleg presentasenya baru 25 persen, bukan 30 persen.
“Ketentuan pembulatan ke bawah ini akan membuat keterwakilan perempuan tak mencapai 30 persen di dapil dengan jumlah kursi 4, 7, 8, dan 11. Berdasarkan simulasi yang dilakukan koalisi, ketentuan pembulatan ke bawah ini akan berdampak terhadap 38 dapil DPR RI,” jelasnya.
Untuk diketahui, total daerah pemilihan atau dapil DPR RI adalah 84 dapil.
Titi mengatakan dengan 38 dapil terdampak, artinya jumlah caleg perempuan akan berkurang 38 orang.
Itu baru perhitungan satu partai. Jika dikalikan dengan 18 partai politik peserta Pemilu 2024, maka caleg perempuan akan berkurang 684 orang.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik telah mengatakan PKPU tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan peraturan dan konsultasi dengan DPR.
“Dalam proses legal drafting, peraturan KPU mengenai tahapan penyelenggaraan pemilu itu semuanya dikonsultasikan di DPR sesuai dengan pasal 75 ayat 4 UU nomor 7 tahun 2017 dan mengenai pengaturan yang terdapat di dalam pasal 8 ayat 2 huruf a dan huruf b peraturan KPU nomor 10 tahun 2023," kata Idham, Senin (8/5/2023).
"Itu sebenarnya turunan teknis dari apa yg terdapat dalam pasal 246 ayat 2 UU nomor 7 tahun 2017,” tambahnya.
Lebih lanjut, Idham menjelaskan selama proses uji publik memang terdapat perubahan-perubahan, khususnya saat konsinyering bersama Komisi II DPR.
“Dalam uji publik kami masih melakukan rancangan penormaan seperti PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang lalu, yang digunakan untuk pengajuan daftar calon pada tanggal 4-17 juli 2018," tuturnya.
"Dalam proses konsultasi di DPR itu mengalami dinamika dan menggunakan pendekatan matematika murni,” Idham menambahkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.