Cerita Mantan Caleg Ungkap Soal Praktik Transaksi untuk Dapat Dapil dan Nomor Urut di Pemilu
Ia awalnya menceritakan terkait politik uang yang ditemukannya dilakukan oleh caleg lain terhadap konstituen caleg tersebut.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang mantan calon legislatif (caleg) dari sebuah partai besar di Indonesia menceritakan pengalamannya saat maju di dapil 9 DKI Jakarta, di Pemilu 2014.
Ia awalnya menceritakan terkait politik uang yang ditemukannya dilakukan oleh caleg lain terhadap konstituen caleg tersebut.
"Memang namanya kita sudah menjadi caleg ya yang sudah ditetapkan di DCT (Data Calon Tetap) itu, terus kita terjun di masyarakat, saya bisa meyakini dan menyatakan 99 persen caleg-caleg tersebut pasti tidak bisa menghindari money politic terhadap konstituennya," kata mantan caleg itu, kepada Tribunnews.com, Kamis (8/6/2023).
Baca juga: Pesan Sekjen Gerindra ke Para Caleg: Jangan Obral Janji Kasbon, Harus Realistis
Ia menuturkan, praktik pemberian dari caleg terhadap konstituennya itu dapat dilakukan melalui berbagai macam bentuk.
"Ada yang dalam bentuk rupiah. Ada yang bentuk sembako. Ada hadiah. Macam-macamlah," katanya.
"Termasuk mereka si bakal caleg ini meminta ke salah satu tim sukses untuk dibukakan satu kegiatan yang melibatkan stakeholder banyak, dan dia menyiapkan uang untuk akomodasi itu sendiri. Konsumsinya, atau ada yang kita bikin dalam bentuk apa, materil, apa sarung. Itu caleg yang ngeluarin," sambungnya.
Praktik tersebut, katanya, kerap terjadi setelah Pemilu memasuki tahap DCT. Di mana persaingan demi persaingan terjadi, baik antar internal partai dan caleg dari partai lain.
"Di situ memang kita mulai menggunakan berbagai macam cara sesuai dengan kemampuan kita untuk mempengaruhi masyarakat itu supaya mau kepada apa yang kita tuju, menjadi anggota dewan," ucapnya.
Baca juga: 19 Bakal Caleg DPRD Kota Serang Terindikasi Psikopat Ringan dan Berat, Ini Penjelasan KPU
Ia mengungkapkan, satu di antara beberapa bentuk dari praktik politik uang terhadap konstituen, yakni kerap disebut serangan fajar.
Terkait serangan fajar itu, ia menjelaskan, adanya praktik memberikan uang kepada sejumlah pemilih untuk memilih caleg tertentu, beberapa jam sebelum Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibuka.
"Jam 07.00 pencoblosan. Itu jam 04.00 atau jam 03.00 itu sudah ditunggu itu serangan itu. Itu yang melakukan bukan langsung calegnya, tapi tim dari caleg itu. Pasti tim sukses uangnya darimana mau bagi-bagi kalau bukan dari caleg," ungkapnya.
Narasumber menegaskan, saat maju di Pemilu 2014 itu merupakan kali pertamanya terjun di politik praktis.
Oleh karena itu, ia mengaku tak begitu ambisius untuk menang dan bisa masuk ke DPRD DKI Jakarta.