TII Sebut Masih Banyak Parpol yang Gencar Melakukan Sosialisasi Sebelum Jadwal Kampanye
Arfianto Purbolaksono mengatakan sosialisasi sebelum jadwal kampanye menimbulkan polemik di tengah publik.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research masih melihat banyak partai politik (parpol) yang gencar melakukan sosialisasi sebelum jadwal kampanye.
Manajer Riset dan Program TII, Arfianto Purbolaksono mengatakan sosialisasi sebelum jadwal kampanye menimbulkan polemik di tengah publik.
Baca juga: 94 Persen Lebih Warga Binaan Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta dapat Hak Pilih di Pemilu 2024
Hal ini merupakan imbas dari lemahnya implementasi Peraturan (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye.
Arfianto membeberkan kajian kebijakan tengah tahun TII yang menunjukkan ada sejumlah persoalan dalam implementasi PKPU Nomor 33.
"Seperti adanya perbedaan antara kebijakan yang tertulis dengan implementasi kebijakan yang diambil oleh penyelenggara," katan Arfianto dalam keterangannya, dikutip Rabu (28/6/2023).
Di sisi lain, berdasarkan fakta di lapangan, banyak pula bakal calon anggota legislatif (caleg) yang mensosialisasikan diri dengan media sosial selain dengan memasang baliho atau alat peraga lain.
"Dengan demikian, hal tersebut memicu persaingan ketat di internal partai politik yang membuka ruang bagi para bakal caleg untuk berlomba memperkenalkan diri kepada pemilih," tegasnya.
Baca juga: MK: Penyelenggaraan Pemilu Seharusnya Tak Terganggu dengan Pengaturan Masa Jabatan Penyelenggaranya
Arfianto mengatakan ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan berdasarkan kajian tengah tahun TII.
Pertama, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat definisi yang jelas tentang sosialisasi di luar masa kampanye.
Hal ini penting, karena dengan adanya definisi yang jelas terkait sosialisasi di luar masa kampanye dapat memberikan batasan bagi peserta.
Serta definisi yang jelas ini, lanjut Arfianto, dapat diimplementasikan baik secara pengaturan dan pengawasan oleh organisasi pelaksana di struktur organisasi KPU dan Bawaslu di tingkat daerah.
"KPU dan Bawaslu perlu mempertimbangkan perkembangan dinamika politik yang ada, misalnya memberikan kejelasan terkait sosialisasi di media sosial. Karena media sosial telah menjadi ruang yang banyak digunakan oleh peserta pemilu untuk melakukan sosialisasi," tuturnya.