MK Larang Kampanye di Tempat Ibadah, Anies Baswedan: Kalau Aturan Ya Ditaati
Mahkamah Konstitusi (MK) melarang tempat ibadah dijadikan lokasi kampanye, Anies Baswedan, menyampaikan bakal menaati aturan tersebut.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang tempat ibadah dijadikan lokasi kampanye.
Hal tersebut sesuai dengan Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Merespons hal tersebut, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan, menyampaikan bakal menaati aturan tersebut.
"Ya kalau aturan, apapun aturan ya ditaati," kata Anies Baswedan, kepada wartawan usai menghadiri Pembukaan Pameran Lukisan bertaju 'Merajut Persatuan' di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (19/8/2023) malam.
Menurut Anies, hal tersebut telah diputus MK, sehingga sudah menjadi aturan yang harus ditaati semua warga negara.
"Kalau itu aturan, sebetulnya warga negara Indonesia, tidak boleh menolak. Kan bukan selera, ya kan. Kalau aturan ditaati, ya namanya juga aturan," ucap Anies.
"Jadi kalau ada aturan tidak usah beropini. Kalau ada aturan, dilaksanakan. Sesederhana itu," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil penjelasan pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Gugatan uji materiil ini diajukan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Ong Yenny dan karyawan swasta, Handrey Mantiri.
Melalui putusan ini, Mahkamah menegaskan tempat ibadah dilarang menjadi lokasi kampanye.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Baca juga: PAN dan Golkar Merapat, Relawan Digital Langsung Konsolidasi Kampanye Positif untuk Prabowo
Dalam putusannya, Hakim Anwar menyatakan penjelasan pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu sepanjang frasa "Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Lebih lanjut, Mahkamah pun melakukan revisi terhadap materi pasal 280 ayat (1).
Mahkamah menilai pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Adapun Mahkamah menyampaikan, penggunaan tempat ibadah sebagai tempat kampanye berpotensi memicu emosi dan kontroversi serta merusak nilai-nilai agama.
Terlebih, jika diletakkan pada situasi dan kondisi masyarakat yang semakin mudah terprovokasi dan cepat bereaksi pada isu-isu yang berkaitan dengan politik identitas tanpa menilai fakta yang objektif.
Baca juga: Jokowi Singgung Foto Dirinya Dipakai Kampanye Oleh Bakal Capres Sampai Pelosok Desa
Hal tersebut, menurut Mahkamah, berpotensi memperdalam polarisasi politik di tengah banyaknya narasi dan opini yang dapat bermuara pada melemahnya kohesi sosial.
Terkait hal tersebut, Mahkamah menilai pembatasan penggunaan tempat ibadah untuk berkampanye tidak berarti adanya pemisahan antara agama dengan institusi negara.
Melainkan, lebih pada proses pembedaan fungsi antara institusi keagamaan dengan ranah di luar agama dalam masyarakat terutama untuk masalah yang memiliki nilai politik praktis yang sangat tinggi.