MK Bolehkan Kampanye di Fasilitas Pendidikan, Menko PMK: Jadi Tak Kondusif, Masih Banyak Tempat Lain
Menko PMK Muhadjir Effendy buka suara soal Putusan MK yang memperbolehkan dilaksanakannya kampanye di fasilitas pendidikan.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Menko PMK Muhadjir Effendy memberikan tanggapannya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan adanya kampanye di fasilitas pendidikan.
Terkait kampanye ini, Muhadjir menyebut dirinya akan menyerahkan kepada masing-masing lembaga pendidikan.
Apakah mereka akan memperbolehkan kampanye di fasilitas pendidikan mereka atau tidak.
"Nanti akan kami serahkan sendiri kepada masing-masing lembaga pendidikan," kata Muhadjir dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (22/8/2023).
Namun jika kampanye tersebut menimbulkan terjadinya friksi dan tidak kondusifnya lembaga pendidikan, maka Muhadjir merasa kampanye tidak perlu dilakukan di fasilitas pendidikan.
Baca juga: MK Respons Pro-Kontra Masyarakat Terhadap Larangan Kampanye di Fasilitas Pendidikan
"Tapi kalau itu akan berpotensi menimbulkan terjadinya friksi."
"Menjadikan tidak kondusifnya lembaga pendidikan karena untuk kampanye, sebaiknya menurut saya tidak usah," ungkap Muhadjir.
Lebih lanjut Muhadjir menegaskan, selain fasilitas pendidikan, masih banyak tempat lain yang bisa digunakan untuk kampanye.
"Terlalu banyak tempat untuk kampanye, ngapain harus di lembaga pendidikan," tegas Muhadjir.
Baca juga: Anies Baswedan Respons Tantangan BEM UI Kampanye di Kampusnya: Yuk Kapan?
Diketahui sebelumnya, MK telah memperbolehkan para peserta Pemilu untuk berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan.
Namun dengan catatan, peserta Pemilu dilarang menggunakan atribut kampanye.
Hal tersebut tertuang dalam putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diputuskan pada Selasa (15/8/2023) lalu.
Baca juga: MK Larang Kampanye di Tempat Ibadah, Anies Baswedan: Kalau Aturan Ya Ditaati
Tanggapan Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menanggapi singkat terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan peserta pemilu berkampanye menggunakan fasilitas pemerintah dan pendidikan.
Mahfud MD menyerahkan hal itu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merespons hal tersebut.
"Kalau di sekolah dan sebagainya itu kan kalau kampanyenya itu dalam mekanisme yang sesuai dengan pendidikan objektif, akademis, dan sebagainya."
"Nanti itu biar direspons sama KPU lah. itu kan masalah-masalah yang sangat umum untuk dijawab oleh instansi yang berkaitan," kata Mahfud MD saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Selasa (22/8/2023).
Baca juga: MK Perbolehkan Kampanye di Fasilitas Pendidikan, P2G: Mengganggu Proses Pembelajaran
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebelumnya bakal merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Revisi tersebut menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan peserta pemilu berkampanye menggunakan fasilitas pemerintah dan pendidikan.
“Berkenaan putusan MK yang belum lama dibacakan mengenai pasal 208 P 1 huruf A, MK mempertegas memasukan ke dalam norma sebenarnya yang dijelaskan amar putusan itu sudah ada dalam penjelasan pasal 280 ayat 1 huruf H,“ kata Anggota KPU RI Idham Holik kepada awak media pada Jumat (17/8/2023).
“Dan tentunya kami KPU RI akan menyesuaikan aturan kampanye nomor 15 2023,” lanjut Idham.
Baca juga: Sandiaga Uno Minta Kader PPP di Banten Mampu Manfaatkan Media Sosial Sebagai Alat Kampanye
Federasi Serikat Guru Menyayangkan Putusan MK soal Kampanye
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan.
Hal tersebut terkait Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023, yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023) lalu.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan, fasilitas pendidikan adalah ruang netral untuk kepentingan publik.
“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilu,” kata Retno Listyarti melalui keterangannya, Senin (21/8/2023).
Baca juga: MK Larang Kampanye di Tempat Ibadah, Anies Baswedan: Kalau Aturan Ya Ditaati
Ia juga menyayangkan keputusan MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujarnya.
Retno mengatakan, seharusnya kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP tidak diperbolehkan.
Karena siswa di tingkat tersebut belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih.
"Bahkan di SMA dan SMK pun hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun, mereka adalah pemilih pemula, yang jumlahnya cukup besar dan menjadi target banyak caleg, cabup/cawalkot, cagub dan capres," jelasnya.
Baca juga: PDIP Sindir Capres Pakai Foto Jokowi untuk Kampanye: Jangan Cuma Nebeng Legasi
Lebih lanjut, kata Retno, tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik.
Namun, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu.
"Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu," ucapnya.
Adapun mengenai persyaratan "tanpa atribut" dalam berkampanye di kampus, menurut Retno, hal itu tidak menghilangkan relasi kuasa dan uang.
"Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ibriza Fasti Ifhami/Gita Irawan)