Fahri Hamzah Dorong Desain Ulang Sistem Pemilu
Fahri Hamzah mendorong adanya desain ulang sistem pemilu, aturan dan perangkat pendukungnya sebab demokrasi sekarang memfaslitasi adanya pertengkaran.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Periode 2019-2014 Fahri Hamzah mendorong adanya desain ulang sistem pemilu, aturan dan perangkat pendukungnya.
Sebab, demokrasi sekarang memfaslitasi adanya pertengkaran, sehingga tidak ideal lagi untuk digunakan.
"Orang Amerika dan Eropa saja sudah kewalahan banget soal demokrasi liberal ini, karena terlalu menfasilitasi pertengkaran, semakin nggak efektif," kata Fahri dalam keterangannya, Minggu (27/8/2023).
Pertengkaran-pertengkaran yang tidak ideal itu, kata Fahri, telah menyebabkan terjadinya politik identitas.
Ditambah lagi dengan adanya sosial media, yang menyebabkan pertengkaran itu semakin memanas.
"Akhirnya orang berpikir, kalau demokrasi tidak bisa dipakai lagi untuk mengkonsolidasi kesejahteraan. Justru di negara-negara seperti Rusia, Turki dan China, kesejahteraannya bisa terkonsolidasi dengan baik, ada pertumbuhan. Ini mereka sebutnya demokrasi, tapi kita menentangnya karena sirkulasi pemimpin, terutama di eksekutifnya itu yang tidak lancar," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini menilai, Indonesia perlu memikirkan desain pemerintahan yang lebih stabil, dan tidak perlu lagi mengeksplor konflik di tingkat bawah seperti yang terjadi sekarang.
"Terlalu banyak alasan kita bertengkar dalam politik ini, padahal sama sekali tidak rasional. Ini yang saya gambarkan sebagai anak kecil yang bertengkar terus, perlu orang tua yang punya wibawa untuk menyatukan kembali, karena pertengkarannya banyak yang tidak substantif" ujarnya.
Agar tidak ada lagi pertengkaran dan pemilu jauh lebih murah menurut Fahri, masa depan Indonesia sebenarnya ada di Sistem Distrik, dan jika pemilihan presiden dikembalikan di MPR RI pakai Sistem Electoral Colloge seperti di Amerika.
"Di Amerika itu bukan pemilihan presiden langsung, negara demokrasi juga, dia pakai electoral colloge. Harusnya ada dua dapil, kabupaten/kota dan provinsi," katanya.
Daerah pemilihan (dapil) kabupaten/kota untuk pemilihan anggota DPR RI, termasuk pemilihan presiden, sehingga tidak akan memunculkan konflik di tingkat nasional.
"Ini juga yang mendasari kenapa saya setuju Ibu Kota dipindah ke IKN, karena Ibu Kota sekarang terlalu dekat dengan konflik. Saya gara-gara demo Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) didemo pakai parang di Manado. Sebenarnya nggak ada urusan, tapi karena kita terlalu meng-entertaint konflik, sehingga Ibu Kota itu diganggu konflik seperti ini. Karena itu, IKN sudah betul tidak dipimpin dari hasil Pilkada agar tidak dekat dengan konflik kekuasaan," ucapnya.
Baca juga: Mantan Ketua DKPP Usulkan Pembentukan Peradilan Pemilu di Indonesia
Menurut Fahri, sistem pemilu yang tepat untuk Indonesia adalah Sistem Distrik, dimana untuk DPR di kabupaten/kota, sedangkan provinsi untuk pemilihan DPD RI.
Dalam Sistem Distrik ini, provinsi menjadi dapil DPD, sehingga sekaligus untuk memperkuat kelembagaan DPD di tengah desakan untuk membubarkan.