Penanganan Maraknya Kasus PKPU di Indonesia Disebut Membutuhkan Transparansi Penegakan Hukum
Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) akan melaksanakan webinar terkait dengan PKPU dan Kepailitan di Indonesia
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Marak kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang melibatkan para pengusaha nasional di Indonesia.
Sehingga Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) akan melaksanakan webinar terkait dengan PKPU dan Kepailitan di Indonesia
Acara tersebut bertema "Diskursus Kepailitan & PKPU: Bisakah Ahli Waris Berstatus Warga Negara Asing PKPU dan Pailit di Indonesia" diselenggarakan pada Senin (25/9/2023) mendatang.
Baca juga: Pengamat Soroti Putusan PKPU yang Ahli Warisnya Berstatus WNA dan Bukan Soal Utang
Perkara PKPU di Indonesia sendiri sangatlah banyak tentu membutuhkan transparansi penegakan hukum.
Perkara ini bukan hanya menyeret para pengusaha asal Warga Negara Indonesia (WNI) saja, tetapi Warga Negara Asing (WNA) pun terseret meskipun kedudukan para WNAnya dapat dipertanyakan menurut hukum.
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy Roringkon, menyampaikan bahwa acara Senin nanti akan membahas secara tuntas perihal PKPU dan kepailitan di Indonesia.
"Saat ini ada beberapa perkara ternyata ada WNA di dalamnya, kasus tersebut nantinya akan bahas dalam webinar ini," ujar Juhaidy.
Juhaidy yang merupakan Lulusan Magister Hukum Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa menjadi pertanyaan hukum mendasar apakah WNA tunduk kepada hukum Indonesia dalam konteks kepailitan dan PKPU.
"Apalagi jika bicara Ahli waris dari seorang pengusaha berstatus WNA, kalau dia dituntut ke pengadilan niaga, apakah dia bisa dipailitkan dan diPKPU-kan, hal-hal semacam inilah yang akan kami bahas," jelas Juhaidy.
Lanjut Juhaidy, bukan hanya soal WNA, perkara PKPU antara WNI atau entitas badan usaha di Indonesia saja, kerap kali muncul persoalan hukum.
"Apalagi kalau bicara soal BUMN, yang dimana terdapat beberapa PR Hukum yang harus dibenahi untuk memastikan tujuan BUMN itu terlaksana sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada," kata Juhaidy.
Baca juga: Karen Agustiawan jadi Tersangka Korupsi Lagi, Erick Thohir: Harus Ada Program Bersih-bersih BUMN
Para pembicara yang akan hadir nanti di antaranya Dr. Teddy Anggoro, SH., MH., Pakar Hukum Kepailitan & PKPU, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Dr. Megawati Prabowo, SH., M.Kn., Lawyer & Kurator, Associate Lawyer Law Firm James Purba & Partners; hingga Aria Suyudi, SH., LLM Pengajar STHI Jentera, Tim Asistensi Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung RI.
Sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof Amzulian Rifai menyoroti dugaan praktik mafia perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Amzulian sejak beberapa tahun belakangan mengendus keanehan dalam perkara semacam itu.
Hal tersebut disampaikan Amzulian dalam penandatanganan kerjasama KY dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor KY, Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (24/8/2023). Kerja sama tersebut menyoal pencegahan korupsi di sektor peradilan.
"Saya tidak menggurui isu peradilan tapi saya temui entah saya sebut mafia soal PKPU, bagaimana kasus sekarang atas nama PKPU ternyata ada mafia di situ," kata Amzulian di hadapan ketua KPK Firli Bahuri dalam kegiatan tersebut.
Amzulian mensinyalir, banyak putusan aneh mengenai kasus PKPU di Indonesia. Keanehan itu bahkan bisa disadarinya yang bukan seorang pakar di bidang hukum bisnis.
"Saya bukan ahli hukum bisnis tapi PKPU setingkat di bawah pailit, silakan KPK dalami karena banyak putusan aneh," ujar Amzulian.
Dia kemudian mengusulkan agar KPK mendalami kejanggalan dalam kasus PKPU. Menurutnya, KPK dapat memulai penyelidikan dari pihak yang mengajukan PKPU. "Mungkin KPK bisa dalami dari siapa yang usulkan PKPU," ujar Amzulian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.