Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota Komisi III DPR RI Nilai Penggugat Batas Usia Capres “Ugal-ugalan”

Adapun yang berhak mengatur soal batas minimal usia capres/cawapres, menurut dia, adalah pemerintah dan DPR RI selaku pembentuk undang-undang.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Anggota Komisi III DPR RI Nilai Penggugat Batas Usia Capres “Ugal-ugalan”
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PKS Nasir Djamil. Nasir Djamil berpendapat, sebenarnya Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengadili “judicial review” soal batas minimal usia calon presiden/wakil presiden. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil berpendapat, sebenarnya Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengadili “judicial review” soal batas minimal usia calon presiden/wakil presiden.

Adapun yang berhak mengatur soal batas minimal usia capres/cawapres, menurut dia, adalah pemerintah dan DPR RI selaku pembentuk undang-undang.

“Semua itu disebabkan oleh lemahnya ‘positioning’ DPR RI sebagai pembentuk UU. Soal usia kepala daerah atau kepala negara, seharusnya diatur oleh pembentuk UU (DPR dan pemerintah), bukan MK,” kata Nasir Djamil kepada wartawan saat dihubungi, Kamis (28/9/2023).

Baca juga: Protes Cak Imin soal Batas Usia Capres-Cawapres yang Digugat saat Pemilu Sudah Dekat: Bikin Ribet

Politikus kawakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini diminta komentar soal pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman beberapa waktu lalu bahwa proses pemeriksaan terhadap uji materi usia minimal capres/cawapres dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah selesai. Katanya, putusan atas gugatan usia minimal capres/cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun itu tinggal diumumkan oleh MK.

Lalu, apakah putusan MK itu menolak atau mengabulkan?

Dari isu yang beredar, gugatan perkara No 29, No 51 dan No 55 tentang syarat usia capres/cawapres minimal 35 tahun itu telah ditolak oleh MK. Namun, amar putusan itu belum juga dibacakan oleh MK.

Disinyalir, hal itu terjadi karena ada gugatan baru yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memohonkan syarat menjadi capres/cawapres adalah berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Baca juga: Uji Materi Usia Capres Cawapres di MK, Cak Imin: Pemilu Sudah Deket Gini, Kok Bikin Ribet Saja

Berita Rekomendasi

Ditanya soal gugatan perkara No 90/PUU-XXII/2023 itu sebagai akal-akalan pihak tertentu untuk meloloskan sosok tertentu yang berminat menjadi capres/cawapres, Nasir Djamil tidak menampik.

Bahkan ia menengarai upaya itu hanya untuk mengacaukan kondisi menjelang Pemilu 2024.

“Itu untuk mengacaukan saja sebenarnya,” cetus wakil rakyat asal Aceh ini.

Bahkan lebih jauh Nasir mensinyalir hal itu sebagai bentuk sikap “ugal-ugalan” pihak-pihak tertentu yang ngotot mengajukan gugatan soal batas usia capres/cawapres ke MK, yang sesungguhnya merupakan “open legal policy” yang merupakan ranah pemerintah dan DPR RI.

“Mereka sepertinya mau ‘ugal-ugalan’,” tegasnya.

“Open legal policy” atau kebijakan hukum terbuka adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas