Gugatan Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres Tempatkan Hakim MK di Posisi Konflik Kepentingan
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan seharusnya seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengundurkan diri.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan seharusnya seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengundurkan diri dari persidangan uji materiil batas usia minimum capres-cawapres 2024.
Pasalnya kata Petrus, permohonan uji materiil tersebut secara tidak langsung menempatkan hakim MK pada posisi konflik kepentingan.
Terlebih selama ini permohonan perubahan batas usia pejabat publik itu dilakukan di DPR karena menyangkut kebijakan open legal policy.
"Semua perubahannya selalu dilakukan melalui proses dan mekanisme legislasi di DPR dan Pemerintah karena menyangkut kebijakan open legal policy," kata Petrus, Rabu (11/10/2023).
Ia mencontohkan produk hukum terkait yang digodok lewat legislasi di DPR antara lain UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang mengubah batas usia minimum dari 35 tahun menjadi 40 tahun.
Kemudian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu batas usia minimum Presiden-Wakil Presiden diputuskan tetap 40 tahun.
Begitu pula perubahan batas usia minimum-maksimum Hakim MK. Pada UU Nomor 23 Tahun 2003 usia hakim ditetapkan minimum 40 tahun dan pensiun pada usia 67 tahun.
Lalu batas minimum usia hakim MK itu diubah melalui open legal policy DPR menjadi 47 tahun dan pensiun di usia 65 tahun.
“Segala perubahannya, dilakukan dengan cara mengubah UU melalui proses legislasi di DPR dan Pemerintah, karena menyangkut apa yang disebut ‘open legal policy’ yang menjadi domain DPR dan pemerintah, bukan domain MK lewat uji materiil UU,” jelas dia.
“Pada perubahan UU MK dan UU Pemilu, menunjukan MK tetap konsisten tunduk pada pendirian bahwa perubahan batas usia minimum dan/atau maksimum jabatan publik merupakan kebijakan ‘open legal policy’ yang masuk dalam domain atau kewenangan DPR dan Pemerintah melalui proses legislasi,” sambungnya.
Di sisi lain, Petrus menyebut konflik kepentingan dari uji materiil batas usia capres-cawapres juga sarat kepentingan karena Ketua MK Anwar Usman memiliki hubungan darah dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai ipar.
Sementara, pada saat yang sama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak kandung Jokowi digadang maju sebagai cawapres 2024 tetapi terkendala usia karena masih di bawah 40 tahun.
"Karena itu menunggu putusan MK, menegaskan terdapat hubungan kepentingan antara Anwar Usman, Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka," kata dia.