Selain Batas Usia, MK juga Tolak Gugatan Syarat Capres-Cawapres Pengalaman Jadi Penyelenggara Negara
MK turut menolak gugatan terkait syarat capres-cawapres harus memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) turut menolak gugatan terkait uji materil Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dari Partai Garuda dengan nomor perkara 51/PUU-XXI/2023 pada sidang pleno putusan yang digelar pada Senin (16/10/2023) di Gedung MKRI, Jakarta.
Pada petitumnya, pemohon yang diwakili oleh Ketua Umum Partai Garuda, Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika meminta agar MK tidak hanya mengubah batas usia capres-cawapres menjadi 40 tahun tetapi juga diwajibkan memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dalam kesimpulannya, Ketua MK, Anwar Usman menyatakan bahwa pokok permohonan dari pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya.
Sehingga diputuskan bahwa MK menolak gugatan dari Partai Garuda tersebut.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar ketika membaca amar putusan dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi.
Kendati demikian ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Suhartoyo dan M Guntur Hamzah.
Baca juga: Dugaan Anwar Usman, Jokowi, Gibran, Kaesang Jadikan MK Sebagai Mahkamah Keluarga Tak Terbukti
Sebelumnya, MK turut menolak gugatan batas usia capres-cawapres dari pemohon yaitu Partai Solidaritas Indonesia dengan nomor perkara 29/PUU-XXI/2023.
Senada, ada dissenting opinion dari hakim Suhartoyo dan M Guntur Hamzah.
Berikut isi dissenting opinion dari hakim Suhartoyo dan M Guntur Hamzah:
Hakim Suhartoyo
Suhartoyo mengatakan bahwa pada hakikatnya persyaratan untuk menjadi capres-cawapres adalah persyaratan yang melekat pada calon yang akan mendaftarkan.
Sehingga belum dapat dikaitkan dengan persyaratan lainnya terkait pendaftaran sebagai capres-cawapres.
"Misalnya berkaitan dengan tata cara pengusulan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum', serta tata cara penentuan, pengusulan dan penetapan sebagaimana diantaranya dimaksudkan dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.
Suhartoyo mengungkapkan bahwa filosofi dan esensi dari Pasal 169 UU 7 Nomor 2017 hanya berlaku untuk subjek hukum yaitu orang yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.
Baca juga: Profil Hakim MK Suhartoyo dan M Guntur Hamzah, Nyatakan Dissenting Opinion soal Usia Capres-Cawapres
Alhasil, Suhartoyo mengatakan ketika ada orang lain yang tidak mencalonkan diri sebagai capres-cawapres menggugat pasal tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan.
"Oleh karena itu, ketika seseorang yang pada dirinya bukan sebagai subjek hukum yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, maka sesungguhnya subjek hukum dimaksud tidak dapat mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.
"Dengan demikian terhadap para Pemohon tidak terdapat adanya anggapan kerugian baik aktual maupun potensial dan oleh karena itu terhadap para Pemohon tidak relevan utnuk diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo dan oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para Pemohon tidak diterima," sambung Suhartoyo.
Hakim M Guntur Hamzah
Sementara hakim M Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan uji materil dari pemohon dikabulkan sebagian sehingga pasal yang digugat dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Pernyataan Guntur ini dilandasi dengan anggapan bahwa penentuan batas usia capres-cawapres adalah tatanan konstitusional yang ingin dibentuk dan diharapkan berlaku ajeg dan elegan.
"Serta menghentikan praktik penentuan batas usia yang berubah-ubah tanpa ukuran konstitusional yang jelas dalam menentukan usia yang tepat untuk menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden," kata Guntur.
Guntur menegaskan bahwa penyelesaian polemik batas usia capres-cawapres ini dapat diselesaikan dalam kerangka hukum konstitusi sesuai dengan tugas hakim dan keweangan Mahkamah menurut Pasal 24 ayat (1) dan pasal 24C UUD 1945.
Kemudian, Guntur mengatakan, secara historis, bahwa usia Presiden atau Wakil Presiden di Indonesia pernah dijabat oleh seseorang yang berusia di bawah 40 tahun atau 35 tahun ke atas.
Baca juga: MK Tolak Gugatan yang Minta Kepala Daerah Belum 40 Tahun Boleh Maju Pilpres Asal Berpengalaman
Di sisi lain, berkaca dari negara lain, beberapa negara telah mengatur soal batas usia Presiden setidaknya berusia 35 tahun.
"Terdapat pula Perdana Menteri yang berusia dibawah 40 tahun ketika dilantik/menjabat contohnya Sebastian Kurz yang diangkat menjadi kanselir Austria di usia 31 tahun dan masih banyak lagi yang terpilih atau dilantik pertama kali dalam usia di bawah 40 tahun," kata Guntur.
Guntur menilai soal aturan batas usia capres-cawapres juga diperlukan untuk melihat dinamika dan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan.
"Sehingga dapat diartikan bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang bersifat adaptif/fleksibel sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan berbangsa/bernegara sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan, dengan mengacu pada prinsip memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel," katanya.
Kendati demikian, Guntur tetap menyoroti jika capres atau cawapres terlalu muda maka menimbulkan pertanyaan tentang kematangannya dalam menjalankan fungsi baik sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara.
Di sisi lain, batasan umur bukan satu-satunya syarat yang harus dipenuhi capres-cawapres.
Adapun syarat lain yang dimaksud yaitu capres-cawapres harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu serta syarat dipilih secara langsung oleh rakyat.
"Selanjutnya, seandainya seseorang diusung atau diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum, maka mereka tentu harus melewati syarat konstitusional lanjutan yaitu Pasal 6A ayat (1) yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," kata Guntur.
Dengan deretan landasan pernyataan tersebut, Guntur mengungkapkan bahwa capres-cawapres yang berusia minimal 40 tahun tetap dapat diajukan.
Sementara yang dibawah 40 tahun, tetap dapat diajukan tetapi dengan syarat memiliki pengalaman sebagai pejabat negara yang terpilih lewat Pemilu seperti anggota DPR, DPD, DPRD, Gubernur, Bupati, atau Walikota.
"Artinya, penting unutk memastikan kontestasi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tanpa terhalangi oleh syarat usia 40 tahun semata bagi capres dan cawapres, namun juga tidak mengurang kualitas kepemimpinan bakal calon presiden dan wakil presiden karena tetap memperhatikan syarat pengalaman yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024