Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anwar Usman dan 4 Hakim MK Dilaporkan Ke Dewan Etik Terkait Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres

lima hakim konstitusi dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Anwar Usman dan 4 Hakim MK Dilaporkan Ke Dewan Etik Terkait Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Tribunnews.com/Gita Irawan
Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak lima hakim konstitusi dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).

Kelima hakim yang dilaporkan antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H, Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum, Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H, dan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan laporan tersebut dilayangkan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku kelima hakim konstitusi dalam putusan tersebut.

Dalam laporan tersebut, Julius mengatakan pihaknya menyoroti tiga hal yakni terkait administtasi, formil, dan materil.

"Soal-soal administrasi yang jelas dibahas di dalam itu, pada intinya terkait dengan adanya momen di mana perkara sempat dicabut, lalu kembali diperiksa tanpa ada pembahasan, tanpa ada penetapan," kata Julius di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023).

Terkait dengan aspek formil, kata dia, misalnya, terkait dengan legal standing atau kedudukan hukum pemohon.

BERITA REKOMENDASI

Dalam perkara yang membahas soal umur dan pengalaman, kata dia, tidak terlihat dari profil pemohon yang justru merujuk pada satu nama yakni Gibran Rakabuming yang merupakan Walikota Solo.

Terkait aspek materil, kata dia, salah satunya menyangkut penambahan frasa yang tidak diajukan oleh pemohon baik dalam permohonananya ataupun dalam petitumnya.

Ia mengatakan pihaknya tidak mau mendasarkan laporan ini pada insinuasi, dugaan, prediksi, maupun asumsi melainkan langsung merujuk pada putusan.

"Jadi ini bukan sifatnya asumsi, bukan juga soal politisasi, jadi resmi langsung daripada pertimbangan-pertimbangan para Hakim Konstitusi," kata dia.

Julius juga menegaskan pelaporan tersebut dilakukan sebagai pintu masuk untuk memastikan benchmark Mahkamah Konstitusi lewat Hakim Konstitusinya adalah cerminan asli dari UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pihaknya tidak ingin ada kesan perilaku hakim yang tidak benar dalam sebuah proses yang karut marut dan banyak kejanggalannya.

"Jadi perlu memberikan pembelajaran bagi publik, manasih wajah yang benar bagi konstitusi kita, mana wajah yang tidak benar. Karena ini pendidikan politik juga bagi masyarakat, utamanya bagi anak-anak muda yang menjadi materi pokok dalam pemeriksaan," kata dia.

Selain itu, kata dia, dalam laporan tersebut pihaknya juga menyoroti dugaan konflik kepentingan antara Anwar dengan Gibran, yang namanya disebut-sebut dalam permohonan, memiliki hubungan kekerabatan.

"Salah satunya itu. Karena tadi soal legal standing, pemohon mendalilkan profilnya adalah sebagai penggemar, itu disebutkan secara tegas. Dan itu masuk dalam pertimbangan putusan," kata dia.

"Seharusnya seketika itu masuk, ya yang memiliki kekerabatan yaitu hakim atas nama Anwar Usman, ketua MK, dia mengundurkan diri. Setidaknya dia menarik diri dalam perkara yang membahas itu dan itu masuk ke dalam putusan. Makannya saya katakan rujukan kami adalah putusan, bukan insinuasi, bukan politisasi. Biar clear di situ," sambung dia.

Ia berharap laporan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan adanya pemeriksaan yang terbuka dan transparan kepada lima hakim tersebut.

Menurutnya hal tersebut penting bagi pendidikan publik dalam kaitannya dengan hak politik publik.

Dengan demikian, kata dia, publik dapat memahami apakah putusan tersebut dibahas secara benar atau tidak.

Selain itu, ia juga berharap persoalan terkait putusan tersebut tidak menjadi akar persoalan ke kemudian hari.

Karena menurutnya bisa jadi setelah pilpres, putusan tersebut bisa diungkit kembali karena ada sesuatu yang belum selesai.

Bisa jadi, kata dia, setelah pilpres ada pihak yang tidak puas dengan hasil pilpres kemudian persoalan tersebut diungkit lagi dan digugat sehingga menimbulkan kegaduhan lagi.

Padahal, kata dia, pihaknya menginginkan pemilu yang demokratis.

Baca juga: PBHI Laporkan 5 Hakim MK ke Dewan Etik Buntut Putusan Syarat Capres-Cawapres

"Harapan yang kedua, saya pikir perlu hari ini, kita dihadapkan pada satu tokoh hukum dalam profesi hakim konstitusi yang harusnya mulia dan negarawan ini, lewat cerminan perilaku-perilaku yang baik. Baik itu di dalam proses pemeriksaan dalam pertimbangan putusan atau perilaku lainnya," kata dia.

"Jadi kalau kita tidak punya benchmark begitu, maka hancurlah semua masa depan bangsa, hancur hukum kita ke depan karena kita tidak punya satu standar yang baik soal hakim, soal proses pemeriksaan, soal putusan," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas