Kominfo: Jelang Pemilu Teknologi AI Digunakan untuk Ciptakan Hoaks, Masyarakat Harus Cerdas
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun mengingatkan masyarakat untuk cerdas menerima beragam informasi yang ada..
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang pemilu 2024, teknologi deepfake dan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) disalahgunakan untuk menciptakan hoaks atau informasi bohong.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun mengingatkan masyarakat untuk cerdas menerima beragam informasi yang ada..
"Kita juga ingin mengingatkan sudah mulai digunakannya AI dalam menciptakan hoaks," tutur Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan pada konferensi pers, Jumat (27/10/2023).
Salah satunya adalah video presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditampilkan dalam bentuk AI.
Dalam video hoaks itu memperlihatkan Jokowi pandai berbahasa Mandarin.
"Bahwa video presiden tahun 2015 dilakuka editing menggunakan AIdan seolah-olah presiden mengucapkannya dalam bahasa Mandarin dan kita harapankan masyarakat mulai hati-hati karena penggunaannya AI ini sudah makin canggih dan sudah mulai bisa digunakan untuk melakukan editing," terang dia.
"Kuncinya adalah carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya. Kita bisa menekan penyebaran hoaks khususnya penggunaan AI, karena hampir seperti aslinya itu sangat penting.
Dengan kemajuan teknologi ini para pemain-pemain pun juga sudah mulai menggunakan teknologi," sambung Semuel.
Video Jokowi Bisa Berbahasa Mandarin Menyesatkan
Ia mengatakan, video presiden Jokowi menggunakan bahasa Mandarin adalah menyesatkan.
Video tersebut merupakan hasil suntingan atau editan.
Setelah ditelusuri, visual video tersebut adalah identik.
Artinya serupa dengan video asli dari segi kalimat yang diucapkan.
Namun disinformasi lantaran seolah-seolah baru terjadi kemarin.
"Kita coba memahami bahasa melalui penerjemah. Isinya sama cuma itu kan disinformasikan karena kejadiannya kan seolah-olah diberitakan ini kejadiannya di China pada pertemuan baru-baru ini, padahal itu kejadian tahun 2019," terang dia.