Profil Hakim Enny Nurbaningsih yang Curhat dan Nangis Saat Diperiksa MKMK: Dipilih Presiden Jokowi
Hakim Enny diperiksa bersama dua hakim lainnya Anwar Usman, Arief Hidayat terkait dugaan pelanggaran etik
Editor: Erik S
Terpilih sebagai hakim konstitusi, Enny menyadari bahwa sebagai seorang hakim konstitusi mengandung arti bekerja dalam sunyi di tengah keramaian.
Ia menyadari tugas hakim konstitusi untuk memutus sebuah perkara berada dalam posisi tegak lurus. Tegak lurus yang Enny maksudkan, yakni tidak boleh ada keberpihakan.
Hal inilah yang menyebabkan ruang gerak seorang hakim konstitusi menjadi ‘sempit’ dalam kehidupan sosialnya.
“Apalagi jika di sekitar kita banyak orang yang mengajukan perkara ke MK, maka akan semakin sempit ruang geraknya. Apalagi se¬orang hakim konstitusi tidak boleh berinteraksi dengan orang yang berperkara. Semakin banyak orang sekelilingnya yang berperkara di MK berarti mempersempit ruang hakim untuk banyak berhubungan. Jadi, hakim bekerja dalam ruang yang sunyi di tengah keramaian,” kata dia dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi..
Bagi Enny, ‘kesunyian’ tersebut juga diartikan bahwa seorang hakim konstitusi yang memutus perkara, maka ia akan ‘tenggelam’ untuk mempelajari perkara yang diperiksanya. Tapi, Enny menganggap hal iu bukanlah sebuah penderitaan yang harus dijalani seseorang yang menjabat sebagai hakim konstitusi.
“Menjadi hakim konstitusi itu ibaratnya saya berada dalam silent position. Hakim konstitusi merupakan satu jabatan yang tidak banyak berbicara keluar dan cukup berbicara lewat putusan, maka ia tidak boleh terpengaruh dan dipengaruhi siapapun,” paparnya.
Sebelumnya, Enny yang menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berada di lingkup eksekutif yang menuntut adanya interaksi.
Sementara kini, sebagai hakim konstitusi, ia dituntut untuk menjadi sosok yang akrab dengan kesunyian. Ia berusaha untuk membatasi diri dalam berinteraksi. Hal itu dilakukannya demi menjaga integritasnya sebagai hakim konstitusi.
Enny tak memungkiri beban berat yang ditanggungnya sebagai hakim konstitusi yang harus pandai menempatkan diri agar terhindar dari konflik kepentingan. Akan tetapi, ia sudah mempersiapkan diri untuk mengambil risiko tersebut ketika ia memutuskan untuk mengisi posisi sebagai hakim konstitusi.
Ibu satu putri ini bahkan sudah mempelajari dengan saksama The Bangalore Principles of Judicial Conduct yang mencantumkan enam prinsip yang menjadi pegangan bagi para hakim, yaitu prinsip independensi (independence), ketidakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesopanan (propriety), kesetaraan (equality), serta kecakapan dan kesaksamaan (competence and diligence).
“Ketika saya menyatakan untuk ikut mendaftar sebagai hakim konstitusi, saya sudah belajar do and don’t sebagai hakim konstitusi seperti yang tercantum dalam The Bangalore Principles of Judicial Conduct. Kemudian hal itu saya pahami dengan sungguh-sungguh karena sebagai seorang hakim bagaimanapun juga harus dihindari conflict of interest,” tegas penyuka olahraga renang ini. (Kompas.com/Mahkamah Konstitusi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.