Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Khusus dengan Sekjen Gelora Mahfudz Siddiq: Gibran Pemecah Kebuntuan Politik

Partai koalisi pendukung Prabowo bisa bersepakat karena capres Prabowo memiliki visi ingin melanjutkan legacy Presiden Jokowi.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Wawancara Khusus dengan Sekjen Gelora Mahfudz Siddiq: Gibran Pemecah Kebuntuan Politik
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq (kiri) saat diwawancarai secara khusus oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kanan) di Studio Tribunnews, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Dalam wawancaranya, Mahfudz Siddiq memaparkan mengenai respons positif kelompok muda ketika Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka didukung sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

Tapi pada waktu itu Partai Gelora tidak punya niat merealisasikan lewat permohonan judcial review sebagi action lanjutan dari ide yang disampaikan ke Pak Jokowi?

Kita tidak punya agenda lanjutan seperti itu. Kita mendengar di berita ya bawa ada pihak yang mengajukan judicial review, ini semacam insidental saja dan kemudian proses itu berjalan sampai kemudian MK mengambil keputusan.

Ketika mengusulkan kepada Pak Presiden lalu beliau menolak karena dua alasan tadi apakah Pak Jokowi itu aktif dalam pengujian di MK?

Kami konteksnya menjaga rekonsiliasi yang sudah keputusan penting yang sudah diambil oleh Presiden Jokowi di 2019. Kemudian melanjutkan legacynya. Dan kemudian memecah satu kebuntuan politik partai koalisi pendukung Pak Prabowo

Begitu disepakati nama Gibran, artinya tidak ada saling mengunci maka kami melihat proses kami berikutnya adalah berkomunikasi dengan pak Prabowo.

Hasilnya kurang lebih ada dua kesempatan pertemuan secara khusus beliau memang mengatakan begini saya dari awal harus sampaikan ke teman-teman termasuk ke Partai Gelora.

Visi saya ini melanjutkan kepemimpinan Pak Jokowi sehingga koalisi yang ingin saya bangun pun adalah ini Koalisi Indonesia Maju yang merupakan timnya Pak Jokowi. Berulang-ulang beliau sampaikan begitu dalam hal itu.

BERITA TERKAIT

Kami sampaikan berarti Pak Prabowo setuju cawapresnya Mas Gibran. Beliau katakan kalau cawapres saya ada beban maka koalisi ini menjadi sempurna maksudnya ini adalah memang untuk melanjutkan kepemimpinan Pak Jokowi.

Jadi pucuk dicinta ulam pun tiba (mendapatkan sesuatu yang lebih dari pada yang dicita-citakan) kira-kira begitu ya?

Pak Prabowo ini kan sudah tiga kali ikut kontestasi di Pilpres ya. Jadi capres sudah dua kali secara psiko-politik bukan perkara muda. Maju yang keempat kali itu bukan perkara mudah paling tidak kita membayangkan situasi psikologis seorang pak Prabowo oke saya akan maju sebagai capres untuk pemilu tapi harus memastikan peluang menangnya besar.

Dan peluangnya itu ada di posisi cawapresnya?

Ketika Pak Jokowi ada di situ yaitu membangun apa menambah apa kepercayaan dari Pak Prabowo.

Sebelum Mahkamah Konstitusi memutuskan syarat usia di bawah 40 tahun bagaimana situasi di koalisi?

Ketika proses MK itu berjalan kami saling mengkonfirmasi ini arahnya ke mana. Calon koalisi Pak Prabowo itu masih belum mengkrucut satu nama.

Memang nama Gibran muncul tapi masih ada beberapa nama dan ketika MK mengambil keputusan kami juga sempat terkecoh karena pagi itu putusan ditolak sehingga kita berkomunikasi ke parpol bahwa tidak ada pilihan membahas kembaki nama-nama yang sebelumnya sudah ada.

Sore baru kemudian kita terkaget-kaget lagi ada keputusan begitu kan dari MK. Kami kemudian berkomunikasi pimpinan partai-partai termasuk Pak Prabowo.

Pak Prabowo waktu itu menyampaikan apa tindak lanjut dari putusan MK. Saya ingat Pak Prabowo mengundang ketua umum partai di Kartanegara dua tiga hari setelah putusan MK. Tadinya saya berpikir beliau akan mengusulkan satu nama sebagai cawapres.

Ternyata beliau mengatakan kepada para ketua umum partai kita belum menentukan siapa sosok. Pak Prabowo mengatakan masih ingin mendengarkan pendapat dari pimpinan partai yang diminta menulis nama satu sampai tiga cawapres.

Waktu itu ada Golkar, PAN, PBB, Demokrat sudah gabuung di situ, Partai Garuda, dan Partai Gelora. Semuanya mengusulkan. Gelora hanya mengusulkan satu nama padahal boleh tiga.

Gelora tetap mengusulkan Mas Gibran. Pak Prabowo belum tahu atas usulan itu, beliau mengatakan setelah mendapat usulan nama-nama ini akan dikonsultasikan ke Pak Jokowi.

Jadi setelah pertemuan itu mengkrucut nama menjadi Mas Gibran?

Setelah AMIN dan Ganjar-Mahfud mendaftar 19 Oktober, ketua umum partai berkumpul tanggal 20 Oktober. Disitulah Pak Prabowo mengambil keputusan siapa yang akan menjadi cawapres.

Sebelum pertemuan itu kami berkeyakinan Pak Prabowo sudah berkomunikasi dengan Pak Jokowi tentang nama yang diusulkan. Rapat itu berlangsung cepat 2-3 menit, Pak Prabowo menyampaikan sudah mempelajari dan konsultasikan. Hari ini kita putuskan nama cawapres yaitu Gibran Rakabuming Raka.

Pada saat itulah kami confirm bahwa Pak Jokowi sudah menyetujui Mas Gibran menjadi cawapres Pak Prabowo.

Antara tanggal 16 Oktober sampai 20 Oktober itu ribut sekali, bagaimana Partai Gelora mencermati hal itu?

Peran kami saat itu setelah putusan MK memang tidak mencermati proses pengambilan keputusan tidak tapi yang menjadi perhatian kami adalah apa tindak lanjut setelah putusan MK.

Partai Gelora menganggap apapun alasannya putusan itu sudah berlaku mengikat dan final. Artinya se-kontroversi apapun secara proses ataupun ada pro kontra.

Dan bahwa ada dewan etik itu peroalan etik yang mana itu tidak akan membatalkan putusannya. Terus terang setelah putusan MK itu kami tidak concern mencermati isu pengambilan keputusan tetapi apa tindak lanjut dari putusan itu.

Jadi boleh saya simpulkan Partai Gelora menganggap apapun alasannya tidak masalah?

Putusan itu kan final dan mengikat dalam case ini. Prosesnya bagaiman itu kan sesuatu yang terjadi di MK. Misalnya dulu ketika MK memutuskan suara terbanyak itu kan juga berkontraksi luar biasa alam dan pada akhirnya partai politik tidak tidak bisa buat apa apa

Itu urusan lain kalau ada etik yang melanggar ya itu urusan dewan etiknya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas