Hakim Suhartoyo Diperiksa MKMK Kurang dari Satu Jam, Jimly: Bukti-bukti Sudah Lengkap
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjelaskan alasan durasi pemeriksaan yang tergolong sebentar itu.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Suhartoyo telah menjalani pemeriksaan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), pada Rabu (1/11/2023).
Pemeriksaan etik tersebut berlangsung kurang dari satu jam.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjelaskan alasan durasi pemeriksaan yang tergolong sebentar itu.
Baca juga: Pakar Hukum Unsoed: MKMK Bisa Batalkan Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres
Menurutnya, bukti-bukti yang dibutuhkan MKMK dalam mengungkap kasus dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim sudah lengkap.
"Itu kan sudah saya bilang waktu di sidang. Kami sebenarnya sudah lengkap, bukti-bukti sudah lengkap," ucap Jimly, kepada wartawan, Kamis (2/11/2023).
Meski demikian, kata Jimly, Majelis Kehormatan tetap harus mengadakan sidang, meski bukti-bukti sudah lengkap.
Baca juga: MKMK Ungkap Alasan Hakim Konstitusi Biarkan Anwar Usman Ikut RPH Meski Punya Konflik Kepentingan
Ia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan ada temuan-temuan baru terkait dengan dugaan pelanggaran etik berkenaan putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia capres-cawapres.
"Cuma kan kita tidak bisa menghindar dari memeriksa, mengadakan sidang untuk para pelapor yang belum kita dengar," kata Jimly.
"Siapa tahu ada hal-hal baru," tuturnya.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Suhartoyo rampung diperiksa Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) mengenai laporan dugaan pelanggaran etik terkait putusan 90/PUU-XXI/2023.
Pantauan Tribunnews.com, Hakim Konstitusi Suhartoyo menjalani pemeriksaan kurang dari satu jam. Ia masuk ke Gedung MKRI 2 sekira pukul 17.18 WIB dan keluar 17.43 WIB.
Usai persidangan, Suhartoyo mengungkapkan, dia hanya dikonfirmasi MKMK soal laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim yang dilayangkan sejumlah Pelapor terhadapnya.
Ia menjelaskan, tak banyak dikonfirmasi soal substansi putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia capres-cawapres.
Baca juga: MKMK Ungkap Alasan Hakim Konstitusi Biarkan Anwar Usman Ikut RPH Meski Punya Konflik Kepentingan
"Hanya konfirmasi saja, karena saya tidak terlalu, secara substansial kan tidak. Mungkin dipandang (MKMK) tidak banyak, sehingga cepat selesai konfirmasinya," ungkap Suhartoyo, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
"Ya, laporan, pengaduan," sambungnya.
Meski demikian, ia tak menjelaskan lebih lanjut poin-poin yang ditanyakan MKMK kepadanya.
"(Hal yang ditanyakan MKMK) ya itu yang saya enggak bisa cerita," ucapnya.
"Konfirmasi saja, konfirmasi pengaduan dengan apa yang saya ketahui," tambah Suhartoyo.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie usai melakukan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Rabu (1/11/2023).
Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru," kata Jimly Asshiddiqie kepada awak media, Rabu.
"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," sambungnya.
Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion.
Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini.
RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
Baca juga: 2 Temuan MKMK Setelah Periksa 6 Hakim Konstitusi, Dugaan Kebohongan dan Pembiaran Anwar Usman
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.
Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.
Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.
Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Sejauh ini, MKMK telah memeriksa 6 hakim: Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih kemarin, serta Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo hari ini.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.