Petinggi Gerindra dapat Informasi Ada Operasi Rahasia Gagalkan Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Apalagi Gibran adalah bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi calon presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serangan bertubi-tubi yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi dan keluarganya terutama terhadap putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka tak lepas dari perhatian banyak kalangan.
Tak terkecuali dari para elite Partai Gerindra.
Apalagi Gibran adalah bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi calon presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Prabowo Subianto yang kini menjabat Ketua Umum Partai Gerindra telah mendaftar ke KPU RI bareng Gibran sebagai kontestan Pilpres 2024.
Di balik serangan bertubi-tubi terhadap Gibran memantik perhatian elite Gerindra.
Serangan terhadap Gibran mulai dari penggiringan opini soal putusan MK hingga hak angket yang digulirkan di DPR.
Baca juga: Dari Polemik Petugas Partai, Isu Jokowi Ketua Umum PDIP hingga Gibran Dicap Pembangkang
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mendapatkan informasi ada sejumlah pihak yang sedang menjalani operasi rahasia untuk menjegal Gibran Rakabuming Raka untuk jadi cawapres Prabowo di Pilpres 2024.
Namun ia tak menjelaskan secara rinci dugaannya itu.
"Saya memang mendapat informasi, ada teman-teman yang mengingatkan sepertinya ada operasi rahasia yang intinya menggagalkan Mas Gibran hanya untuk jadi cawapresnya Pak Prabowo," kata Habiburokhman, Jumat (3/11/2023) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Ia menjelaskan dugaan itu muncul setelah ada anggota DPR yang mengusulkan hak angket kepada Mahkamah Konstitusi atau MK.
Selain itu, kata dia, ada yang melakukan penggiringan opini dengan mengatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK bisa membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Ada isu soal hak angket, apa disebut soal MKMK, padahal udah jelas kalau hak angket itu tidak bisa diajukan kepada keputusan MK karena MK itu independen sebagai lembaga yudikatif, sebagaimana diatur di konstitusi kita," papar Habiburokhman.
"Begitu juga soal putusan MKMK, ada yang menggiring putusan MKMK bisa membatalkan putusan MK. Padahal UUD kita itu mengatur bahwa putusan MK bersifat final dan putusan MK adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir," katanya.
Ia mencontohkan kasus tindak pidana korupsi yang menimpa mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.