Pelapor Minta MKMK Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Dugaan Adanya Mafia Peradilan
Petrus mengatakan, investigasi harus dilakukan MKMK guna mendalami dugaan adanya mafia peradilan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelapor dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) Petrus Selestinus meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk membuat tim investigasi.
Petrus mengatakan, investigasi harus dilakukan MKMK guna mendalami dugaan adanya mafia peradilan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia Capres-Cawapres.
Baca juga: Jelang Vonis MKMK, Mahfud MD: Saya Percaya Kredibilitas Pak Jimly, Reaksi Publik Juga Menentukan
"Kami minta MKMK ini membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kemungkinan mafia peradilan," kata Petrus, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Lebih lanjut, kata Petrus, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam dissenting opinion atau pendapat berbedanya pada Putusan 90/PUU-XXI/2023 mengungkapkan dinamika internal para hakim konstitusi saat rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Baca juga: Petrus Selestinus Harap Putusan MKMK Obyektif Tanpa Intervensi dari Kekuasaan Manapun
"Hakim dalam waktu sekejap berubah pendirian dari menolak menjadi kabul, itu juga bagian dari dari adanya dugaan mafia yang bermain di situ," ucap Petrus.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:
"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Baca juga: Kata Pakar Jelang Putusan MKMK, Tegakkan Restorative Justice di Wilayah Konstitusional
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.
Saat ini MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.