Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Petrus Selestinus Harap Putusan MKMK Obyektif Tanpa Intervensi dari Kekuasaan Manapun

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengaku tidak melakukan lobi dalam langkahnya untuk melancarkan supaya putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Petrus Selestinus Harap Putusan MKMK Obyektif Tanpa Intervensi dari Kekuasaan Manapun
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam agenda pemeriksaan pelapor berlangsung di Gedung II MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023). Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus mengatakan pihaknya telah menyampaikan secara resmi "Penyataan Keprihatinan" kepada MKMK, terkait kondisi obyektif yang dihadapi Mahkamah Konstitusi (MK) dan Presiden Jokowi menghadapi krisis kepercayaan publik yang semakin meluas, akibat faktor dugaan nepotisme yang melekat dalam diri Ketua MK Anwar Usman. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus mengatakan pihaknya telah menyampaikan secara resmi "Penyataan Keprihatinan" kepada MKMK, terkait kondisi obyektif yang dihadapi Mahkamah Konstitusi (MK) dan Presiden Jokowi menghadapi krisis kepercayaan publik yang semakin meluas, akibat faktor dugaan nepotisme yang melekat dalam diri Ketua MK Anwar Usman.

"Karena itu pernyataan keprihatinan para advokat Perekat Nusantara dan TPDI kepada MKMK dimaksudkan agar MKMK bertindak cepat dan maksimal, terlebih-lebih putusannya dalam soal dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi terhadap 9 Hakim Konstitusi yang bakal dibacakan besok, benar-benar mencerminkan putusan yang obyektif tanpa ada intervensi dari kekuasaan manapun," ujar Petrus, Senin (6/11/2023).

Baca juga: Jaga-jaga Putusan MKMK Tidak Sesuai Harapan Publik, Tim Advokasi PETISI Janji Tak Tinggal Diam

Dikatakan Petrus, meskipun posisi MK dalam keterpurukan akibat hubungan keluarga Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi yang melekat dengan tugas Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi, tidak terhindarkan terutama dalam mengadili perkara Uji Materiil UU terhadap UUD 1945, tidak terkecuali perkara No.90/ PUU-XXI/2023, yang perkaranya sudah diputus dan putusannya bermasalah hukum yang problematik, akan tetapi publik masih menaruh harapan yang tinggi kepada MKMK agar menyelamatkan posisi kemandirian dan kemerdekaan MK dari hububgan keluarga yang memudahkan intervensi dan melahirkan conflict of interest.

Krisis Kepercayaan Publik

"Saat ini Presiden Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman, tengah menghadapi krisis kepercayaan publik yang sedang meluas hanya karena ada dugaan Nepotisme dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 yang lalu," kata Petrus.

Pasalnya kata Petrus karena publik melihat fenomena dinasti di dalam pemerintahan yang dibangun atas dasar nepotisme, sebagai sesuatu yang dilarang dan diancam dengan pidana tetapi banyak pihak tidak memperdulikan itu bahkan sudah merasuk pada pimpinan Lembaga Tinggi Negara di Eksekutif dan Yudikatif.

"Akibat hubungan berbasiskan pada dugaan Nepotisme, maka publik melihat Anwar Usman dalam mengelola manajemen MK-pun dilakukan secara tidak profesional, menabrak rambu-rambu Hukum Acara, tidak membangun perangkat MKMK yang memadai sebagai alat kontrol terhadap MK, bahkan cenderung menutup diri dari kontrol publik, misalnya selama ini MK dibiarkan tanpa MKMK, MK dibiarkan tanpa Peraturan MK tentang Majelis Mahkamah Banding, tanpa MKMK banding," tuturnya.

Baca juga: Gerindra Yakin MKMK Tak Gugurkan Putusan MK soal Usia Cawapres

"Juga sejumlah Peraturan MK yang dibuat Ketua MK Anwar Usman seperti Peraturan MK No. 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK, diduga tidak diundangkan pada Lembaran Negara/Berita Negara, sebagaimana dapat dibaca dalam Peraturan MK No.1 Tahun 2023 itu tidak ada pernyataan bahwa Peraturan MK ini diundangkan dalam Berita Negara. Jika benar demikian maka implikasi hukumnya adalah pembentukan MKMK inipum tidak sah hukumnya," tambahnya.

Mafia Peradilan Kuasai MK?

Berita Rekomendasi

Menurut Petrus, pernyataan Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK bahwa Mafia Peradilan setiap tahun juga mengadakan Rakernas (Rapat Kerja Nasional), meski bercanda, namun candaannya itu seakan memperkuat sinyalemen beberapa pihak tentang adanya Mafia Peradilan masuk ke dalam MK.

Alasannya karena lewat putusan MK para Mafia Peradilan hanya berurusan dengan 9 orang Hakim Konstitusi yang bisa mengubah nasib seorang menjadi pembesar negeri ini, ketimbang harus mengubah UU lewat DPR yang berbiaya tinggi.

"Dalam kondisi di mana Mafia Peradilan merajalela, Mafia Tanah ada di mana-mana seolah-olah hukum tumpul di hadapan Para Mafia, publik lalu menilai 10 tahun Pemerintahan Jokowi hukum dan penegakan hukum hancur, KPK hancur, MK hancur, BPK RI hancur, Polri, Kejaksaan hancur dll, sehingga kasus Nepotisme dalam tubuh MK akan menjadi pemicu gerakan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi dan tuntutan PDTH terhadap Anwar Usman," kata Petrus.

Oleh karena itu, kata Petrus, dengan putusan MKMK yang obyektif, adil dan memenuhi harapan rakyat, pada sidang MKMK tanggal 7/11/2023 besok, diharapkan MKMK dapat membersihkan unsur Nepotisme dalam tubuh MK, sehingga dengan demikian MKMK dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap Lembaga MK dan Presiden RI.

Advokat Perekat Nusantara juga meminta agar MKMK membentuk investigasi untuk menyelidiki dugaan Nepotisme dalam tubuh MK khususnya dalam perkara Uji Materiil di mana Presiden Jokowi sebagai pihak, karena setiap perkara Uji Materiil Presisen menjadi pihak sementara Ketua Majelis Hakimnya Ketua MK Anwar Usman, maka di situlah letak berkepntingan yang dilarang UU.

"Juga semua putusan MK sejak Anwar Usman jadi Ipar Presiden Jokowi, sepanjang menyangkut Uji UU agar dilakukan eksaminasi untuk kemudian dievaluasi melalui dibuka kembali persidangan dengan Majelis Hakim yang baru termasuk perkara No.90/PUU-XXI/2023. Pernyataan keprihatinan Perekat Nusantara dan TPDI, Ini disampaikan kepada MKMK dengan harapan agar dengan putusan MKMK dapat menyelamatkan MK dan Presiden dari pemakzulan dan tuntutan mundur dari MK atau di PDTH," katanya.

Baca juga: Golkar Yakin Putusan MKMK Tak Akan Ubah Putusan MK soal Syarat Cawapres

Anwar Usman Bantah Lobi Hakim Lain

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku tidak melakukan lobi dalam langkahnya untuk melancarkan supaya putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dikabulkan.

"Enggak ada lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya belum? Ya, sudah," ujar Anwar Usman usai menghadiri sidang dugaan pelanggaran kode etik di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Saat ditanya soal apa saja yang ditanyakan MKMK dalam pemeriksaan, Anwar Usman tidak mengungkapkan secara jelas.

"Ya enggak ada, itu saja, ya masalah. Kalau bisa seperti siaran pers saya itu lho, baca beberapa putusan," ujarnya.

Selain memeriksa terlapor, MKMK juga melakukan sidang pemeriksaan terhadap pelapor.

Dalam sidang sidang itu, Program Manager Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reninda selaku pelapor mengatakan Anwar Usman selain terlibat dalam mengambil putusan serta melakukan lobi untuk memuluskan tujuannya.

"Keterlibatan di sini dalam arti yang bersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara dan juga terlibat aktif untuk melakukan lobi dan memuluskan lancarnya perkara ini agar dikabulkan oleh hakim yang lain," jelas Violla.

Baca juga: MKMK Gelar Rapat Tentukan Putusan Laporan Etik Hari Ini

Bakal Diputus 7 November

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membahas rancangan putusan mereka terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut, rancangan putusan terkait kasus pelanggaran etik hakim konstitusi akan mulai dibahas, pada Senin (6/11) pekan depan.

Kemudian, nantinya pada Selasa (7/11), putusan akan segera dibacakan kepada publik.

“Izinkan kami mulai hari Sabtu akan membahas rancangan putusan. Terutama mulai Senin lah, karena saya akan keluar kota. Baru hari Minggu pulang,” kata Jimly, Jumat (3/11).

“Mulai Senin. Senin ya, hari Minggu kali ya saya udah pulang. Senin,” sambungnya.

Jimly menjelaskan, MKMK telah menyiapkan draf putusan. Namun, belum mencantumkan hal-hal yang lebih rinci di dalamnya.

“Tapi draf putusan sudah ada, Cuma belum yang rincinya,” ucapnya.

Lebih lanjut, saat ditanya awak media soal apakah pembahasan guna merancang putusan tersebut akan berlangsung alot.

Jimly berkelakar, pembahasan tentu akan alot karena hanya dilakukan oleh tiga hakim yang sudah berusia lanjut.

“Ya alot lah, kan 24 jam itu (pembahasan rancangan putusan). Pasti alot, Cuma bertiga. Kalau sembilan kan, sembilan sarjana hukum kan begitu kumpul banyak pendapatnya. Kalau Cuma bertiga gini, bisa lah. Apalagi udah tua-tua, kalau masih muda itu suka berdebat ke sana ke mari,” jelas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas