Anwar Usman Ogah Mundur dari Kursi Hakim Konstitusi, Ngaku Ada yang Bikin Skenario Bunuh Karakternya
Dalam amar putusan MKMK, tidak ada satu poin pun yang meminta Anwar Usman mundur sebagai hakim konstitusi.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anwar Usman menyatakan tidak akan mundur sebagai hakim konstitusi meski dirinya sudah divonis melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Menurut Anwar, dalam amar putusan MKMK, tak satu poin pun yang meminta dirinya mundur sebagai hakim konstitusi.
"Ada enggak di amar putusan majelis kehormatan?" ujar Anwar usai menggelar konferensi pers di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Dalam belasan poin yang disampaikannya saat konferensi pers menanggapi putusan MKMK, juga tak ada kata mundur maupun permintaan maaf yang disampaikan Anwar.
Baca juga: Dicopot Sebagai Ketua MK, Anwar Usman Ungkit Mahkamah Keluarga hingga Pembunuhan Karakter
Berbicara selama kurang lebih 25 menit di hadapan awak media tanpa kesempatan tanya jawab, Anwar malah menempatkan dirinya sebagai korban atau objek politisasi dalam beberapa putusan MK.
Anwar mengaku ada pihak yang ingin membunuh karakter dan citranya, salah satunya lewat pembentukan MKMK.
MKMK sebelumnya dalam amar putusannya menyatakan Anwar terbukti melanggar etik berat.
Anwar pun dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua MK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi," ujar Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang pembacaan putusan MKMK secara terbuka pada Selasa (7/11/).
Menanggapi putusan itu, Anwar menyebut vonis MKMK itu fitnah keji yang dialamatkan padanya dalam menangani perkara Nomor 90/PUU/XXI/2023. Dia menilai putusan itu tak berdasarkan fakta hukum.
Perkara 90 itu adalah yang mengubah syarat usia capres- cawapres sehingga Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar, bisa maju menjadi bacawapres.
Anwar menyebut bahwa dirinya sudah tahu ada upaya atau skenario politis.
"Sesungguhnya, saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar, upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek dalam berbagai Putusan MK dan Putusan MK terakhir. Meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzan, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," lanjutnya.
Awar sesungguhnya menyadari pengujian perkara Nomor 90 90/PUU-XXI/2023 tentang pengubahan syarat capres-cawapres sangat kuat nuansa politiknya.