Cak Imin Sebut Pencopotan Anwar Usman dari Ketua MK Bentuk Tragedi Konstitusi Besar
Bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menanggapi soal pencopoan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyoroti pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melanggar etik berat dalam memutus perkara uji meteri terkait batas usia capres dan cawapres.
Cak Imin menyebut hal ini sebagai bentuk tragedi konstitusi yang besar.
"Ini tragedi konstitusi yang besar," kata Cak Imin usai menghadiri konsolidasi Laskar Santri AMIN di Surabaya, Kamis (9/11/2023) malam, dikutip dari Kompas.com.
Cak Imin pun mengaku prihatin atas temuan pelanggaran etik yang berujung dicopotnya Anwar Usman sebagai Ketua MK itu.
"Ya kalau ada ketua MK dicopot karena pelanggaran etik itu menyedihkan," kata Cak Imin.
Baca juga: Putri Sulung Gus Dur Turut Dorong Anwar Usman Mundur dari MK: Sanksi MKMK Tak Sepadan
Di sisi lain, pasangan Cak Imin di Pilpres 2024, Anies Baswedan berharap pencopotan Anwar Usman ini dapat menjaga kehormatan dan mengembalikan marwah MK.
"Harapannya keputusan Majelis kehormatan akan menjaga kehormatan mahkamah yang sangat terhormat."
"MK adalah salah satu mahkamah tertinggi di republik ini," tutur Anies di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Anies menuturkan, MK merupakan salah satu mahkamah tertinggi di Indonesia, sehingga sudah sepatutnya dijaga marwahnya.
"Kita berbicara konstitusi saja sudah tinggi, ini mahkamah-nya konstitusi kemudian di situs ada majelis kehormatannya MK, Jjadi tingginya tinggi ini."
"Saya sampaikan kita hormati keputusannya, semoga bisa menjaga marwah MK," tambah Anies
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK (MKMK) menemukan pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.
MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.