Bicara Negara Gagal, Pakar Hukum Tata Negara UGM Singgung Soal Pemburu Rente
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar menilai negara gagal karena terjadi konflik kepentingan saat penguasa jadi pengusaha.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai negara gagal karena terjadi konflik kepentingan saat penguasa jadi pengusaha.
Adapun hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk 'Menyelamatkan Demokrasi Dari Cengkraman Oligarki dan Dinasti Politik' di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023).
"Sebuah negara gagal ketika pemerintahannya biasanya di negara-negara yang kaya sumber daya itu alih-alih membangun sistem tapi mereka mengubah diri menjadi pemburu rente," kata Zainal.
Lanjut dia, Indonesia saat ini sedang mengalami hal itu.
Alih-alih sebuah pemerintahan yang membangun sistem ekonomi yang berdaya tahan industri dan lain-lain sebagainya, justru berubah jadi pemburu rente.
Baca juga: Capres dan Cawapres Masing-masing akan Dikawal 74 Anggota Polri Selama Pilpres 2024
"Tapi kemudian mengubah diri menjadi pemburu rente. Pemburu rente itu bisa lihat tidak bisa dibedakannya antara pengusaha dan penguasa," katanya.
Menurutnya saat ini di Indonesia antara pengusaha dan penguasa terlalu bercampur.
"Jadi terlalu nyampur. Dalam banyak hal penguasa sekaligus pengusaha bajunya bisa bertukar dengan mudah," katanya.
Baca juga: Jokowi Ganti Wakil Kepala BIN Jelang Pilpres 2024, Pengamat Militer: Itu Tak Lumrah
Dikatakan Zainal pengusaha mengambil kebijakan dan pada saat yang sama dikonversi untuk keuntungan usahanya.
"Besar sekali kemungkinan untuk itu. Konflik kepentingan ini terjadi di banyak tempat. Saya kira bukannya soal pengusaha dan penguasa tapi kalau kita bicara konflik kepentingan dalam aspek besar itu hampir terjadi di semua level," jelasnya.
Kemudian ia mencontohkan hakim MK yang dinilai mengambil keputusan keliru.
"Tapi tidak merasa ada apa-apa. Yang bahaya ini kan melakukan kesalahan tapi tidak merasa melakukan kesalahan itu yang bahaya," tegasnya.