Polemik Putusan Batas Usia Capres-cawapres, Pakar: Akan Menyandera Demokrasi
Menurutnya selamanya Gibran akan diserang menjadi seseorang yang lolos melalui proses yang tidak etis.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari UGM Zainal Arifin Mochtar merespon soal polemik putusan batas usia capres-cawapres oleh Mahkamah Konstitusi.
Diketahui Putusan MK No 90/2023 menjadi dasar Gibran Rakabuming Raka diperbolehkan maju sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Saat ini, putusan No 90/2023 tersebut tengah diuji materi di MK dan teregister sebagai perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023.
Perkara yang diajukan oleh Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).
Zainal mengungkapkan jika perkara tersebut tidak segera diselesaikan, hal itu akan menyandera demokrasi dan Gibran akan dicap sebagai kandidat yang lolos dengan proses yang tidak etis.
"Saya kira kalau dibiarkan menjadi seperti ini (Tidak segera diputuskan) itu malah menyandera demokrasi. Kenapa saya bilang menyandera demokrasi karena satu, yang tersandera itu kandidatnya sendiri. Gibran," kata Zainal di Jakarta Pusat dikutip Rabu (15/11/2023).
Menurutnya selamanya Gibran akan diserang menjadi seseorang yang lolos melalui proses yang tidak etis.
"Jadi sebenernya kalau mau dibilang Prabowo-Gibran sendiri yang dirugikan. Karena selamanya sampai 14 Februari, bahkan setelah sampai 14 Februari akan tetap diserang terpilih melalui proses yang tidak benar," tegasnya.
Kemudian Zainal menyayangkan penundaan putusan tersebut buat masyarakat terpaku pada persyaratan capres-cawapres, bukan ada visi dan misi capres-cawapres di Pilpres 2024.
"Anda bisa bayangkan wajah demokrasinya kalau yang ribut itu hanya soalan pencalonan presiden. Jadi yang ribut itu akhirnya hanya persoalan persyaratan. Padahal saya kira, Indonesia ini yang harus kita tagih dari seorang kandidat itu adalah dia mau ngapain untuk Indonesia," tandasnya.
Sementara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) sekaligus penggugat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres, Brahma Aryana mengungkapkan gugatan yang dilayangkannya bukan demi menjegal Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Dia menegaskan gugatan terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu semata-mata demi kepastian hukum dan legitimasi Pemilu 2024.
"Kepentingan saya cuma ingin memastikan kepastian hukum dan legitimasi Pemilu 2024 agar tidak lemah dan semakin lemah," katanya ketika dihubungi Tribunnews.com, pekan lalu.