Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kritik Putusan MK dan Tolak Politik Dinasti, Mahasiswa: Menyakiti Rasa Keadilan Masyarakat

Mereka menilai majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bagi Capres Prabowo Subianto adalah hasil mengakali MK.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kritik Putusan MK dan Tolak Politik Dinasti, Mahasiswa: Menyakiti Rasa Keadilan Masyarakat
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Warga melintas di depan sebuah spanduk bertuliskan "Ayo Lawan Politik Dinasti" yang terpasang di kawasan Kramat Raya, Jakarta, Minggu (15/10/2023). Jelang Mahkamah Konstitusi bacakan putusan gugatan bqtas usia Capres-Cawapres pada 16 Oktober 2023, banyak sejumlah kalangan yang menolak Politik Dinasti yang dianggap kekuasaan hanya beredar atau berputar di kalangan keluarga tertentu yang terindikasi demokrasi tidak berjalan di jalan yang baik dan ada kecenderungan pembusukan demokrasi. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara penolakan politik dinasti terus digaungkan berbagai lapisan masyarakat.

Kali ini dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (BEM UIN) Walisongo Semarang.

Mereka menolak keras politik dinasti di Indonesia, apalagi proses masuknya politik dinasti yang dilakukan dengan mengakali aturan batas usia capres dan cawapres oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menilai majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bagi Capres Prabowo Subianto adalah hasil mengakali MK.

Ketua BEM UIN Semarang, Faris Balya, menyampaikan penolakan itu, Jumat (17/11/2023).

Pihaknya memprotes hasil putusan MK dan MKMK yang dianggap menyakiti rasa keadilan masyarakat.

"Kita menyayangkan hakim yang terbukti melanggar etika dan dinyatakan bersalah, hanya dicopot sebagai Ketua MK, bukan dicopot sebagai Hakim MK. Dan sangat disesalkan juga aturan baru yang diputuskan MK tetap diberlakukan meski terbukti dinyatakan bersalah secara etik," tutur Faris.

Baca juga: Adik Prabowo Muak Lihat Jokowi Terus Dikritik: Yang Nyerang Dinasti Politik Pertama di Indonesia

Berita Rekomendasi

Ia melanjutkan mahasiswa menilai upaya mewujudkan dinasti politik di Indonesia saat ini berlangsung sangat terencana dan sistematik.

"Pengaruh Presiden Jokowi dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan politik walaupun menabrak etika dan kepantasan publik."

BEM UIN menuntut agar pemerintah merevisi atau membatalkan kebijakan tersebut.

Selain itu juga menuntut adanya reformasi dalam tubuh MK.

Tujuannya agar tetap memiliki integritas dan menghindari politik kepentingan berlandaskan hubungan kekeluargaan.

Mencuatnya isu politik dinasti

Nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Hal ini menjadi polemik lantaran adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.

MK lewat putusannya seakan memberi karpet merah kepada Gibran yang tadinya belum cukup umur untuk dijadikan sebagai cawapres.

Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.

Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.

Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.

Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.

Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.

Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.

"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.

Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023).

Sidang itu dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas