Ray Rangkuti: Gibran Maju Jadi Cawapres Tak Bisa Dihalang-halangi, Tapi Secara Adab Bermasalah
Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyoroti soal Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melanggar etik hakim.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyoroti soal Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melanggar etik hakim.
Hal ini juga terkait majunya keponakan Anwar Usman sekaligus putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka sebagai cawapres di 2024.
Ray Rangkuti mulanya mengatakan, sudah banyak perdebatan yang akhirnya menyatakan, bahwa Putusan MKMK soal pelanggaran etik Anwar Usman itu tidak berdampak pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas minimal usia capres cawapres 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Kalau secara legalkan sudah diperdebatkan orang, bahwa tidak karena itu (Putusan MKMK soal Anwar Usman langgar etik) putusannya (90/PUU-XXI/2023) dianggap kemudian salah. Pada aspek itu mungkin selesai," kata Ray, kepada Tribunnews.com, Jumat (17/11/2023).
Meski demikian, menurut Ray, persoalan tersebut kini ada pada aspek moralitas atau adab terhadap pelaksanaan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimak usia capres cawapres, yang tetap dilaksanakan Gibran.
"Pendekatannya bukan lagi pada aspek legal formal, tapi pada moralnya. Secara moral, ya masa aturan yang dibuat melalui pembuatan aturan yang menyalahi etik berat gitu, kok ada orang yang tega melaksanakannya. Nah itu soal etika aja," ujarnya.
Baca juga: Disurati DPC PDIP Solo soal Pengembalian KTA, Gibran Akui Tak Pernah Membalasnya
Ia juga tak menampik, bahwa saat ini Gibran telah ditetapkan maju sebagai cawapres di 2024.
Terkait majunya Gibran itu, ia mengatakan, memang tidak bisa dihalang-halangi oleh siapapun, karena aturannya sudah ditetapkan MK.
"Sebetulnya kalaupun yang terjadi seperti sekarang di mana Gibran maju, secara legal formal enggak bisa dihalang-halangi. Tapi secara adab, secara etik itu bermasalah," tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Baca juga: Menggantungnya Status Gibran Dinilai Untungkan PDIP, Pengamat: Akan Berlangsung Sampai Akhir Pemilu
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Buntut putusan MK tersebut, seluruh hakim konstitusi dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Hingga akhirnya MKMK memutuskan mencopot Anwar Usman dari jabatannya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman dinilai terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.