Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Titi Anggraini Kecewa KPU Dua Kali Mangkir Sidang: Tak Ada Itikad Baik

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dua kali mangkir sidang dugaan pelanggaran pemilu soal keterwakilan perempuan 30 persen. 

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Titi Anggraini Kecewa KPU Dua Kali Mangkir Sidang: Tak Ada Itikad Baik
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Sidang kedua dugaan pelanggaran pemilu soal keterwakilan perempuan 30 persen di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (23/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Pemilu Fakultas Hukum UI, Titi Anggraini sekaligus Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) kecewa sebab Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dua kali mangkir sidang dugaan pelanggaran pemilu soal keterwakilan perempuan 30 persen. 

"Kami mengkritik, menyesalkan, dan sangat menyayangkan serta kecewa atas ketidakhadiran terlapor sudah dua kali sidang," ujar Titi dalam ruang sidang di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (23/11/2023). 

Hal itu, lanjut Titi, merupakan tanda tidak ada itikad baik dari KPU RI untuk menegakkan kebijakan afirmasi sebagai agenda demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu.

Baca juga: Bawaslu Tegur KPU Sebab Komisioner Mangkir Sidang Bahas 30 Persen Keterwakilan Perempuan di Pemilu

Sebagai informasi Titi merupakan pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU RI ke Bawaslu RI. Titi melaporkan KPU yang tidak memenuhi kebijakan afirmasi ini bersama dengan eks Anggota KPU 2012-2017 Hadar Nafis Gumay.

Agenda hari ini merupakan sidang kedua. Pada sidang pertama Selasa (21/11/2023) lalu Anggota KPU mangkir. Hanya diwakilkan oleh tim kuasa hukumnya. Pun juga sidang kali ini. 

Dalam hal ketidakhadirannya, para Anggota KPU RI memberikan kuasa melalui tim hukumnya untuk menghadiri dan memberi jawaban dalam sidang. Titi menyebutkan pemberian kuasa itu harus melalui surat dan surat itu tak ada di persidangan. 

Baca juga: Kemenpora dan KPU Kolaborasi, Menpora: Tenang, Program Muda Memilih Bukan Relawan Pemenangan Paslon

Berita Rekomendasi

"Mengutip Perbawalsu Nomor 8/2022 pasal 18 ayat 2, dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelapor dan terlapor dapat dapat wakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus," jelas Titi.

"Karena tidak ada surat kuasa khusus yang kami lihat maka mohon seluruh jawaban terlapor dianggap tidak pernah ada dalam persidangan ini," ia menambahkan. 

Titi pun melanjutkan berdasarkan halaman 85 Putusan DKPP No 110 tahun 2023 ditegaskan bahwa agenda affirmative action adalah agenda demokrasi yang harusnya ditegakkan oleh KPU selaku lembaga penyelenggara. 

Titi dan Hadar melaporkan pelanggaran administratif pemilu oleh KPU yang menetapkan daftar calon tetap (DCT) Anggota DPR Pemilu 2024 tidak sesuai dengan tata cara penerapan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan sebagai calon anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 28H Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebut:

Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; serta Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. 

Atas hal itu Hadar selaku pelapor meminta Bawaslu Membuat putusan KPU RI terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu karena menetapkan DCT Pemilu DPR tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan. 

Kemudian meminta Bawaslu memerintahkan KPU memperbaiki DCT Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota 2024 yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan.

Serta juga memerintahkan KPU untuk membatalkan atau mencoret DCT yang diajukan partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota di daerah pemilihan yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Baca juga: Berikan Ruang Peran Anak Muda Dalam Berdemokrasi: Kemenpora dan KPU Inisiasi Program MudaMemilih

KPU Dilaporkan ke Bawaslu

Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Bawaslu RI, karena diduga lakukan pelanggaran administratif.

Direktur Eksekutif NETGRIT sekaligus mantan Ketua KPU, Hadar Nafis Gumay selaku salah satu pelapor mengatakan, pihaknya menemukan adanya 266 daftar calon tetap (DCT) dari total 1.512 DCT Anggota DPR Pemilu 2024 yang telah ditetapkan dan diumumkan KPU tidak memuat ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

"Perbuatan KPU tersebut secara nyata dapat diklasifikasi sebagai pelanggaran administratif pemilu, yaitu pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pencalonan pemilu sebagaimana telah diatur dalam UU 7 Tahun 2017 dan PKPU 10 Tahun 2023," kata Hadar Nafis, dalam keterangannya, Senin (13/11/2023).

Padahal, jelasnya, Pasal 245 UU 7/2017 mengatur bahwa daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. 

Ketentuan tersebut dipertegas oleh pengaturan Pasal 8 ayat (1) PKPU 10/2023, yang menyebut bahwa 'Persyaratan pengajuan Bakal Calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil.

Tak hanya itu, hal tersebut juga diperkuat dengan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.11-PKE-DKPP/IX/2023), bahwa kebijakan keterwakilan perempuan melalui affirmative action dalam konstruksi hukum UU 7/2017 adalah agenda demokrasi yang harus dijaga dan ditegakkan bersama.

Oleh karena itu, Para Pelapor menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Bawaslu RI. Yakni:

1. Menyatakan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu karena menetapkan DCT Pemilu DPR tidak memuat keterwakilan perempuan
paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan Pemilu Anggota DPR sebagaimana tata cara, prosedur dan mekanisme yang telah diatur dalam Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA Nomor24 P/HUM/2023.

2. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk memperbaiki Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA No.24
P/HUM/2023, yakni Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan.

3. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk membatalkan atau mencoret Daftar
Calon Tetap yang diajukan partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota di daerah pemilihan yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Laporan ini diajukan oleh sejumlah pelapor, di antaranya Direktur Eksekutif NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Dosen FHUI Wirdyaningsih, Eks Anggota Bawaslu Wahidah Suaib, Sekjen Koalisi Peremuan Indonesia Mikewati Vera Tangka, dan Ketua Kalyanamitra Listyowati.

Kemudian, Direktur Eksekutif INFID Misthohizzaman, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta, Direktur Puskapol UI Hurriyah, Ditektur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyanti, Manager JPPR Aji Pangestu, Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan Rotua Valentina, dan Dosen Pemilu FHUI Titi Anggraini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas