3 Perlawanan Anwar Usman Usai Dipecat Jadi Ketua MK, Merasa Difitnah Hingga Gugat Suhartoyo ke PTUN
Anwar Usman terus melakukan perlawanan setelah dirinya dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat hingga dicopot dari jabatan Ketua MK.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Anwar Usman terus melakukan perlawanan setelah dirinya dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat hingga dicopot dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Pencopotan Anwar Usman tersebut diputus Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibacakan pada Selasa, 7 November 2023.
MKMK menilai Anwar Usman sudah melakukan pelanggaran etik berat dalam polemik Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan MK tersebut seakan menjadi jalan untuk memuluskan Gibran rakabuming Raka yang masih berusia 36 tahun menjadi calon wakil presiden.
Padahal dalam syarat sebelumnya batas usia Capres-Cawapres minimal 40 tahun.
Namun, dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ditambahkan selain berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Baca juga: BREAKING NEWS: Anwar Usman Gugat Ketua MK Suhartoyo ke PTUN Jakarta
Keputusan tersebut menjadi polemik karena Anwar Usman dinilai memiliki konflik kepentingan saat memutus keputusan tersebut karena memiliki hubungan keluarga dengan Gibran Rakabuming Raka.
Anwar Usman merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka sekaligus adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tak hanya dicopot dari jabatan Ketua MK, Anwar Usman pun tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
MKMK saat itu pun memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra dalam waktu 2 x 24 jam sejak putusan tersebut selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan Ketua MK yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Mantan Hakim Konstitusi Nilai Tepat Langkah MK Jawab Keberatan Anwar Usman
Menidaklanjuti putusan MKMK tersebut, para hakim konstitusi pun menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim secara tertutup pada Kamis (9/11/2023).
Hasilnya, Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi untuk masa jabatan 2023–2028 menggantikan Anwar Usman.
Suhartoyo pun dilantik menjadi Ketua MK yang ditandai dengan pembacaan sumpah di Ruang Sidang Lantai 2 kantor MK, Senin (13/11/2023).
Menyikapi putusan MKMK tersebut, Anwar Usman yang masih berstatus sebagai hakim konstitusi pun melakukan perlawan.
Perlawanan Pertama Anwar Usman
Setelah dicopot dari jabatan Ketua MK, Anwar Usman pun lantas melakukan konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Anwar usman dalam pernyataannya mengaku dirinya menjadi objek politisasi dalam berbagai putusan MK.
"Sesungguhnya saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar, bahwa upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai Putusan MK dan Putusan MK terakhir (putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023), maupun tentang rencana pembentukan MKMK, telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," kata Anwar Usman.
Baca juga: Anwar Usman Kirim Surat Keberatan Diganti Suhartoyo Jadi Ketua MK: Para Hakim Langsung Rapat
Ia mengungkapkan, telah mengetahui ada upaya yang menjadikannya objek politisasi jauh sebelum MKMK dibentuk.
Anwar Usman mengklaim, ada skenario yang berupaya membunuh karakternya.
Meski demikian, Anwar usman mengaku tetap berpikir positif.
"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," katanya.
Sebut MKMK Salahi Aturan
Anwar Usman pun menyayangkan peradilan etik yang dilakukan MKMK dilakukan secara terbuka.
Menurutnya, hal tersebut menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan pembentukan MKMK.
"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka," kata Anwar Usman.
"Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan, dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual, maupun secara institusional," sambungnya.
Selanjutnya, Anwar juga menyinggung putusan MKMK terkait 21 laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku pedoman hakim berkenaan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 melanggar norma dan ketentuan yang berlaku.
"Begitu pula halnya, tentang Putusan Majelis Kehormatan MK, meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma, terhadap ketentuan yang berlaku," ucap Anwar.
Meski menurutnya proses peradilan yang dilakukan MKMK menyalahi aturan, Anwar mengatakan, tak mengintervensi jalannya persidangan tersebut.
"Namun, sebagai Ketua MK saat itu, saya tetap tidak berupaya untuk mencegah atau intervensi terhadap proses, atau jalannya persidangan Majelis Kehormatan MK yang tengah berlangsung," kata Anwar Usman.
Fitnah Keji Tak Berdasarkan Hukum
Anwar Usman pun menyebut dirinya mendapatkan fitnah keji tak berdasarkan hukum terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar Usman.
Anwar Usman menegaskan dirinya tidak mungkin mengorbankan karir yang telah ia rajut selama 40 tahun sebagai hakim baik di Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi, hanya demi meloloskan pasangan calon tertentu.
Apalagi putusan tersebut diputus secara kolektif kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan hanya dirinya semata sebagai Ketua MK.
Lanjutnya, penentuan sosok calon presiden atau wakil presiden sepenuhnya ditentukan partai politik dan rakyat dalam hari pencoblosan nanti.
"Demikian pula dalam alam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan, siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak, sebagai Presiden dan Wakil Presiden," kata Anwar Usman.
Perlawan Kedua Anwar Usman
Saat pelantikan Suhartoyo menjadi Katua MK, Senin (13/11/2023), Anwar Usman tidak hadir.
Ketua MK Suhartoyo mengungkapkan alasan Anwar Usman tidak hadir dalam Sidang Pleno Khusus Pengucapan Sumpah Ketua MK.
Suhartoyo mengaku dirinya sempat menghubungi Anwar Usman sebelum acara pelantikannya sebagai Ketua MK digelar.
Saat itu, Anwar Usman memohon izin kepada Suhartoyo untuk absen karena hendak berobat ke rumah sakit.
"Beliau tadi saya coba untuk hubungi. Beliau izin mau ke rumah sakit, mungkin kondisinya kurang sehat," ucap Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Belakangan, Anwar Usman mengajukan surat keberatan terkait pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK.
Surat tersebut dilayangkan dari Kantor Hukum Franky Simbolon & Rekan.
Surat tersebut intinya meminta Ketua MK membatalkan dan meninjau kembali keputusan tersebut.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membenarkan terkait adanya surat keberatan yang diajukan Anwar Usman.
"Ya betul, ada surat keberatan dari Yang Mulia Anwar Usman atas surat keputusan nomor 17 tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Yang Mulia Suhartoyo sebagai ketua MK 2023-2023," kata Enny, saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Enny mengungkapkan, surat keberatan itu diajukan Anwar Usman ke MK oleh 3 kuasa hukumnya, pada 15 November 2023.
"Surat tersebut disampaikan oleh 3 kuasa hukum Yang Mulia Anwar Usman bertanggal 15 November 2023," jelasnya.
Kemudian MK membawa surat yang dilayangkan Anwar Usman tersebut dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH).
Hasil RPH, MK pun menjawab surat keberatan Anwar Usman.
"Berkenaan dengan adanya surat keberatan yang disampaikan kuasa hukum Yang Mulia Anwar Usman mengenai SK pengangkatan ketua MK yang baru karena dianggap ada kejanggalan dalam putusan MKMK, telah dijawab pimpinan MK berdasarkan hasil RPH," kata Enny, dalam keterangannya, Kamis (23/11/2023).
Enny mengatakan, pengangkatan hakim konstitusi Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru semata-mata dilakukan untuk melaksanakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Terlebih, kata Enny, proses musyawarah mufakat penentuan ketua MK yang baru saat itu juga dihadiri langsung Anwar Usman.
"Pada prinsipnya pengangkatan ketua MK periode 2023-2028 adalah karena melaksanakan putusan MKMK dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dalam proses penentuan secara musyawarah mufakat ketua MK yang baru juga dihadiri langsung oleh Yang Mulia Anwar Usman," ungkap Enny Nurbaningsih.
Lebih lanjut, Enny menyampaikan, surat jawaban dari MK ini disampaikan kepada kuasa hukum Anwar Usman.
"Surat jawaban tersebut dikirimkan kepada yang mengajukan keberatan yaitu kuasa atas nama Yang Mulia Anwar Usman," ucap Enny.
Perlawanan Ketiga Anwar Usman
Anwar Usman pun tak berhenti dengan mengirimkan surat keberatan.
Ia pun lantas melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan data dalam sistem informasi penelusuran perkara atau SIPP PTUN Jakarta, gugatan tersebut diajukan Anwar, pada Jumat (24/11/2023).
Dalam gugatan Anwar Usman, Suhartoyo menjadi pihak tergugat.
Adapun perkara yang didaftarkan Anwar Usman tersebut telah teregister dengan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.
Menyikapi gugatan Anwar Usman ke PTUN, MK pun akan membawanya dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH), Senin (27/11/2023) pekan depan.
"Akan segera dibahas dalam RPH Senin," kata Enny, kepada Tribunnews.com, pada Jumat (24/11/2023).
Di lain pihak, Anwar Usman pun kembali dilaporkan ke MK terkait pernyataannya menyikapi putusan MKMK dalam konferensi pers, pada 8 November 2023.
Laporan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman pun diterima MKMK pada Selasa, 21 November 2023.
Diketahui MKMK ad hoc pimpinan Jimly Asshiddiqie baru akan selesai masa kerjanya tanggal 24 November 2023.
Adapun pihak yang melaporkan Anwar Usman tersebut merupakan sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum yang diwakili kuasa hukum, Eliadi Hulu.
Eliadi mengatakan, para Pelapor berstatus sebagai mahasiswa fakultas hukum mendalilkan bahwa sebagai insan pembelajar di bidang ilmu hukum merasa tidak elok menyaksikan tuturan kata dan kalimat yang disampaikan Anwar Usman dalam konferensi pers menyikapi putusan MKMK
"Kalimat yang disampaikan oleh hakim terlapor (Anwar Usman) yang seolah-oleh menuding adanya politisasi, skenario, dan fitnah keji yang dialamatkan kepadanya," kata Eliadi, Rabu (22/11/2023).
"Padahal dalam Putusan MKMK telah terbukti jika hakim terlapor telah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," sambungnya.
Eliadi kemudian mengatakan, Anwar Usman harus dapat membuktikan siapa yang dimaksudnya sebagai pihak yang telah memfitnah, mempolitisasi, dan membuat skenario pembentukan MKMK.
"Apabila hakim terlapor tidak dapat membuktikannya maka sama saja yang bersangkutan telah menyebar hoaks dan tidak menghormati putusan MKMK," ujarnya.
Dalam laporannya tersebut, Eliadi meminta agar Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim konstitusi.
Ketua Sekretariat MKMK Fajar Laksono membenarkan terkait adanya laporan dugaan pelanggaran etik ini terhadap hakim konstitusi Anwar Usman.
Ia menyampaikan, laporan tersebut akan disampaikan ke MKMK untuk segera dibahas.
"Iya, sudah diterima oleh tim kami di Sekretariat MKMK. Segera kita sampaikan kepada MKMK untuk dibahas," kata Fajar Laksono, kepada Tribunnews.com, pada Rabu (22/11/2023).
Terkait masa kerja MKMK pimpinan Jimly Asshiddiqie, Fajar menyampaikan apakah akan ada perpanjangan atau tidak.
"(Perpanjangan masa kerja MKMK ad hoc) Saya belum tahu kalau soal itu. Yang pasti kita sampaikan dulu ke MKMK," ucap Fajar.
Terpisah Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan MK akan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen dalam menyikapi laporan tersebut.
"Sesuai dengan pidato perdana Ketua (MK, Suhartoyo), MKMK akan dibentuk permanen karena MKMK yang skrng bersifat adhoc," kata Enny Nurbaningsih, kepada Tribunnews.com, Kamis (23/11/2023).
(Tribunnews.com/ Ibriza/ rizki/ danang)