Data Pemilih Bocor, Dijual Seharga Rp1 Miliar, KPU dan Tim Gugus Tugas Selidiki Kebenaran
DPT milik KPU diduga bocor. Tengah diusut KPU, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kriminal Siber Polri, dan Kemenkominfo.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Data daftar pemilih tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga bocor.
Kini, KPU tengah bergerak untuk mengusut kebenaran kabar ini. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPU, Hasyim Asy'ari.
Ia mengatakan, tim KPU dan gugus tugas yang terdiri dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kriminal Siber Polri, dan Kemenkominfo sedang bekerja untuk mengusut masalah ini.
"Tim KPU dan Gugus Tugas (BSSN, Cyber Crime Polri, BIN, dan Kemenkominfo) sedang bekerja menelusuri kebenaran dugaan sebagaimana pemberitaan tersebut," kata Hasyim kepada wartawan, Rabu (29/11/2023).
Baca juga: KPU dan Tim Gugus Tugas Telusuri Kebenaran Kebocoran Data DPT Pemilu 2024
Hasyim menyatakan, data DPT Pemilu 2024 dalam bentuk softcopy tak hanya berada di data center KPU.
Partai politik peserta Pemilu 2024 dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga memilikinya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan mengapa peserta Pemilu 2024 dan Bawaslu memiliki data tersebut, yaitu sesuai UU Pemilu.
"Data DPT Pemilu 2024 (dalam bentuk softcopy) tidak hanya berada pada data center KPU, tapi juga banyak pihak yang memiliki data DPT tersebut karena memang UU Pemilu mengamanatkan kepada KPU untuk menyampaikan DPT softcopy kepada partai politik peserta Pemilu 2024 dan juga Bawaslu," ungkapnya.
Secara terpisah, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyatakan kebocoran data itu diketahui oleh pihaknya setelah melakukan patroli siber.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid Bachtiar.
"Dugaan kebocoran data KPU kami temukan dari hasil patroli siber yang dilakukan oleh anggota kami," kata Adi saat dihubungi, Rabu.
Ia menyebut, temuan dugaan kebocoran data itu juga tengah diselidiki oleh Computer Security Incident Response Team (CSIRT).
Selain itu, Adi Vivid mengatakan, koordinasi terus dilakukan penyidik dengan KPU soal temuan tersebut.
"Saat ini, Team CSIRT sedang berkoordinasi langsung dengan KPU untuk berkordinasi sekaligus melakukan penyelidikan," terangnya.
Informasi kebocoran data milik KPU itu diketahui dari akun Jimbo di situs peretasan BreachForums yang diduga didapat dari situs KPU pada Senin (27/11/2023) sekitar pukul 09.21 WIB.
Akun ini menampilkan beberapa tangkapan layar dari situs pengecekan DPT, https://cekdptonline.kpu.go.id/.
Data yang dibobol diklaim berupa nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, hingga alamat.
Pengunggah mengeklaim memiliki lebih dari 250 juta (252.327.304) data. Ia menyediakan 500 ribu data sebagai sampel.
Sampel ini juga memuat data sejumlah pemilih yang berada di luar negeri.
Penjahat siber ini menjual data tersebut dengan harga 2BTC atau 74 ribu dolar Amerika Serikat (Rp1,14 miliar).
Motif Ekonomi
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan terduga pelaku yang membobol dan menjual data DPT memiliki motif ekonomi.
Menurutnya, Kominfo sedang berkomunikasi dengan aparat penegak hukum, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga KPU untuk mencari pelaku pelaku pembobolan data DPT KPU tersebut.
Namun, sambung Budi, biasanya penjualan data pribadi tersebut tidak terlepas dari motif ekonomi. Alasannya, data seperti itu bisa dijual dengan harga yang mahal.
"Ini motifnya sih ekonomi, dalam pengertian jualan data. Kan data sekarang mahal harganya iya 'kan, gitu," kata Budi dalam rapat kerja Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Budi berpendapat, pelaku pembobolan data ini harus tetap diproses hukum apa pun alasannya.
Ia menyatakan, pelaku telah melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"Kan sudah jelas, lembaganya harus bertanggung jawab. Nah, pelaku pencurian atau pemanfaatan data tidak sah ini, ya, harus diproses secara hukum," tuturnya.
(Tribunnews.com/Deni/Abdi Ryanda Shakti/Danang Triatmojo)