Respons Jokowi dan Ma'ruf Amin soal Dugaan Sumber Dana Ilegal untuk Kampanye Pemilu 2024
Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin mengomentari temuan PPATK soal laporan dana mencurigakan untuk Pemilu 2024.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
"Kalau melanggar, ya, tentu ditindak. Supaya juga memang klarifikasi jangan sampai menimbulkan kecurigaan-kecurigaan yang berkepanjangan," tuturnya.
Rapat antara KPU dengan PPATK
Sementara itu, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut akan mengadakan rapat dengan PPATK untuk membahas masalah ini.
Anggota KPU, Idham Holik, menjelaskan data yang diterima KPU terkait PPATK masih bersifat umum dan tidak rinci.
KPU hendak memastikan apakah transaksi keuangan itu menggunakan rekening khusus dana kampanye (RKDK) atau tidak.
"Dalam rapat koordinasi yang akan segera dilaksanakan untuk memastikan apakah transaksi keuangan yang menjadi temuan atas pemantauan transaksi keuangan PPATK tersebut terjadi menggunakan RKDK atau bukan," kata Idham Holik saat dikonfirmasi, Selasa.
Idham menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU hanya menangani rekening khusus dana kampanye (RKDK), laporan awal dana kampanye (LADK), laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana dampanye (LPPDK).
KPU tidak menangani rekening partai politik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"KPU juga belum mendapatkan penjelasan dari PPATK atas frasa 'rekening bendahara parpol', apakah frasa tersebut merupakan terkategori sebagai RKDK dan SDB atau bukan," jelas Idham.
Idham juga mengatakan pihaknya belum mendapatkan penjelasan dari PPATK apakah safe deposit book (SDB) adalah bagian dari sumbangan dana kampanye yang diberikan penyumbang kepada peserta pemilu atau bukan.
Sebagai informasi, KPU menerima surat dari PPATK soal data dana tersebut pada 12 Desember lalu.
Melalui surat tersebut, PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April-Oktober 2023 di mana terjadi transaksi uang, baik masuk ataupun keluar, dalam jumlah ratusan miliar rupiah.
PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.
Bawaslu Terus Mengawal