Usai Adanya Putusan MK, Kemendagri Diminta Tunda Penunjukan PJ Kepala Daerah
MK memutuskan para kepala daerah yang dilantik 2019 dapat menjabat hingga 2024 asalkan tidak melewati satu bulan sebelum Pilkada.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Muhammad Zulfikar

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendagri diminta menunda penunjukan para Penjabat (PJ) Kepala Daerah yang dilantik 2019 lalu sampai dengan akhir masa jabatan para kepala daerah selesai.
Hal itu disampaikan Febri Diansyah selaku kuasa hukum 7 Kepala Daerah yang mengajukan Judicial Review Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Tujuh kepala daerah tersebut yakni Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E. Dardak, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachim, Walikota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan WaliKota Tarakan Khairul.
Baca juga: Airlangga Tunjuk Sosok Berpengaruh untuk Pilkada Probolinggo, Misbakhun Dapat Tugas Khusus
Untuk diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan masa jabatan kepala daerah, yang terpilih pada Pilkada 2018 tapi baru dilantik pada 2019.
MK memutuskan para kepala daerah yang dilantik 2019 dapat menjabat hingga 2024 asalkan tidak melewati satu bulan sebelum Pilkada.
Putusan MK tersebut membuat masa jabatan para kepala daerah yang tadinya harus berakhir pada bulan Desember ini, dapat tetap menjabat hingga 2024 mendatang.
Baca juga: Sumsel Jadi Provinsi Pertama yang Teken NHPD Dana Pilkada 2024 dengan KPU dan Bawaslu
"Kementerian Dalam Negeri juga dapat langsung menindaklanjuti isi putusan Mahkamah Konstitusi ini, dengan cara menunda penunjukan dan pelantikan Para Penjabat (PJ) Kepala Daerah sampai dengan akhir masa jabatan para Kepala Daerah yang dipilih pada Pemilu tahun 2018 dan dilantik pada tahun 2019 selesai," kata Febri melalui keterangan tertulisnya kepada Tribunnews, Minggu, (24/12/2023).
Febri meminta proses pengusulan Penjabat yang sebagian sudah berproses di DPRD masing-masing daerah dapat dihentikan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi ini.
Febri mengatakan putusan MK terkait masa jabatan Kepala Daerah tersebut bersifat erga omnes.
"Artinya bersifat final dan langsung memperoleh kekuatan hukum dan wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak, dan dapat langsung dijalankan tanpa adanya keputusan lebih lanjut dari pejabat yang berwenang," katanya.
Menurut Febri putusan MK ini bukan memberikan perpanjangan masa jabatan para Kepala Daerah yang terdampak, melainkan memberikan kepastian hukum kepada Para Kepala Daerah untuk tetap dapat memegang penuh masa jabatannya sebagaimana yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, yakni utuh selama 5 tahun.
Sebelum adanya putusan MK tersebut terdapat keragu-raguan bagi Kepala Daerah dan Kementerian Dalam Negeri berkaitan dengan akhir masa jabatan para Kepala Daerah yang dilantik pada tahun 2019.
Hal ini disebabkan, berdasarkan SK Pengangkatan Kepala Daerah yang dipilih pada tahun 2018 dan dilantik pada tahun 2019 memegang masa jabatan penuh selama lima tahun dan berakhir sampai tahun 2024.
Namun apabila merujuk pada ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU PILKADA masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada tahun 2018 berakhir pada tahun 2023, tanpa mempertimbangkan waktu pelantikan.
"Kami bersama dengan para Kepala Daerah selaku pemohon memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Mahkamah Konstitusi, yang melalui putusan tersebut telah memberikan kepastian hukum terhadap akhir masa jabatan para Kepala Daerah yang dipilih melalui Pemilu pada tahun 2018, namun baru dilantik pada tahun 2019. Sehingga Para Kepala Daerah tersebut tetap dapat utuh menjabat selama 5 tahun, sebagaimana ketentuan yang berlaku," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.