Viral Gus Miftah Bagi-bagi Uang di Ponpes, TPN Pertanyakan Peran Bawaslu
TPN Ganjar-Mahfud mempertanyakan peran Bawaslu yang selama ini dianggap diam saja atas viralnya video penceramah kondang Gus Miftah membagikan uang.
Penulis: Yulis
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mempertanyakan peran Bawaslu yang selama ini dianggap diam saja atas viralnya video penceramah kondang Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang sedang membagikan uang kepada masyarakat di sebuah pondok pesantren.
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, meskipun Gus Miftah telah memberikan penjelasan terkait bagi-bagi uang tersebut, kecurigaan tetap tidak terelakan.
Hal ini disebabkan, karena adanya beberapa orang yang membentangkan kaos bergambar capres Prabowo Subianto di dalam video tersebut.
“Saya sudah membaca penjelasan Gus Miftah yang bilang dia tidak menerima uang dari paslon tertentu. Dia tidak mengatakan sumber uang dari mana. Tapi, dia memang membagi-bagikan uang di sebuah pondok pesantren di Pamekasan, Jawa Timur, itu diakui,” kata Todung, di Jakarta, Jumat (29/12/2023).
Justru Todung mengkhawatirkan tindakan tersebut menimbulkan framing yang kemudian malah menyebabkan mis-interprestasi dalam kampanye.
Dia mencontohkan framing media dan politik yang pada Pemilu di Filipina. Bagaimana presiden terpilih Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr berhasil menang karena operasi media sosial di Tiktok.
Menurut Todung, Ferdinand tidak pernah mau hadir dalam debat-debat presiden, tapi lebih memfokuskan kampanye melalui Tiktok.
“Nah, kita ini harus melihat pengalaman seperti itu karena framing dilakukan di media sosial. Fenomena politik uang ini banyak dipergunjingkan karena banyak video tentang bagi-bagi beras, bagi-bagi uang dengan pesanan mendukung calon tertentu,” ungkapnya.
Baca juga: Viral Video Gus Miftah Bagi-bagi Uang, Ini Reaksi TKN Prabowo-Gibran dan TPN Ganjar-Mahfud
Framing yang dilakukan melalui media sosial, kata Todung, bisa memicu tingkat kesadaran politik masyarakat rendah karena literasi digital di masyarakat masih relatif rendah.
Contoh lain yang dikemukakan Todung adalah kejadian beberapa bulan lalu yang dikemas dalam bentuk pertemuan para kepala desa dan perangkat desa.
Faktanya, justru pertemuan itu sarat dengan atribut pasangan calon nomor urut 2. Todung pun mempertanyakan keberpihakan pemerintah.
“Menurut saya hal-hal semacam ini merusak pilpres yang seharusnya terlepas dari politik uang. Nah, ini saya kemukakan karena ini penting, karena ini akan terjadi kembali, akan banyak kita temukan,” ujar Todung.
Dia juga meminta kepada Bawaslu untuk melakukan investigasi terkait pembagian bansos selama masa pemilu, guna memastikan program tersebut tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.
“Pejabat pemerintah sangat rentan dicurigai membagi bansos dan menguntungkan paslon tertentu, mudah-mudahan saya salah,” tegasnya.
Baca juga: Ganjar: Bansos Jangan Dijadikan Komoditas Politik, Itu Sudah Program Pemerintah
Terpisah, pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti potensi pelanggaran pemilu pada video Gus Miftah. Meskipun, sudah ada bantahan dari Gus Miftah, akan tetapi di dalam video tersebut terdengar jelas teriakan dan baju kaos dari paslon tertentu.
Untuk itu Ray-sapaan akrabnya, meminta Bawaslu segera bertindak.
“Bantahan Gus Miftah tentu saja bisa disampaikan. Tapi sejatinya, hal itu tidak dengan sendirinya membuat dugaan adanya bagi-bagi uang berhenti. Bantahan yang dapat diterima secara tepat hanya melalui keterangan Bawaslu setelah memeriksa acara tersebut,” kata Ray.
Menurut Ray, politik uang masuk kategori pelanggaran pemilu berat, bukan pelanggaran kecil.
Bawaslu harus segera melakukan pemeriksaan, untuk memastikan bahwa acara itu apakah terjadi politik uang atau tidak. (*)