Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Ingatkan Publik Wajib Aktif Awasi Kerja Penyelenggara Pemilu

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti tahapan-tahapan Pemilu 2024 telah dilangsungkan kurang lebih selama satu tahun.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pakar Hukum Ingatkan Publik Wajib Aktif Awasi Kerja Penyelenggara Pemilu
screenshot
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, dalam diskusi publik 'Urgensi Kepastian Jadwal Pemilu 2024' secara daring, Rabu (27/10/2021). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti tahapan-tahapan Pemilu 2024 telah dilangsungkan kurang lebih selama satu tahun.

Namun, Feri juga menyinggung soal dugaan adanya keberpihakan penyelenggara pemilu.

Hal itu ditandai dengan adanya beberapa kelalaian yang mencuat ke publik.

Adapun beberapa kelalaian tersebut di antaranya, yakni soal surat suara prematur tiba di Taipei, Taiwan dan surat suara dalam simulasi pencoblosan Pilpres yang hanya mencantumkan dua dari tiga pasangan calon (paslon) yang ada.

"Kita sudah sampai di titik sulit mengharapkan penyelenggara pemilu yang berpihak seperti ini untuk betul-betul mampu menyelenggarakan pemilu kita dengan baik," ungkap Feri, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Kamis (4/1/2024).

Terkait hak itu, Feri kemudian mengingatkan, agar masyarakat wajib untuk turut aktif dalam mengawasi kerja-kerja penyelenggara pemilu.

Berita Rekomendasi

"Publik wajib untuk ikut dan aktif dalam pemilu ini, mengawasi penyelenggara dan memastikan mereka betul-betul bekerja sesuai dengan kepentingan publik, taat kepada konstitusi dan Undang-Undang," ucap Feri.

Ia juga mengatakan, publik perlu memastikan kecurangan penyelenggara pemilu yang mereka temukan terdokumentasi, agar nantinya memperkuat bukti saat membuat pelaporan.

"Dan kita pastikan setiap kecurangan itu terdeteksi dan terdokumentasi agar bisa dilaporkan semasif apa kecurangan yang akan berlangsung," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebut, masyarakat tak boleh pasrah melihat kelalaian-kelalaian dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Ia menekankan, publik justru perlu menjaga jalannya pemilu, yang sejatinya merupakan milik rakyat Indonesia karena menentukan nasib rakyat untuk lima tahun kedepan.

"Jadi publik sudah harus turun tangan, tidak boleh pasrah, agar kemudian pemilu kita bisa kita jaga. Jadi ini bukan pemilunya (milik) penyelenggara pemilu, ini pemilunya kita, rakyat Indonesia. Karena ini pemilu kita dan menentukan nasib kita 5 tahun kedepan."

Diberitakan sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari merespons terkait simulasi Pilpres yang di dalamnya hanya memuat dua pasangan calon, yakni, paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 2.

Feri mengatakan, meskipun hal tersebut merupakan simulasi, namun tetap akan merugikan kandidat-kandidat tertentu lainnya.

Hal ini juga, kata Feri, menimbulkan kesan bahwa penyelenggara pemilu ingin membuat masyarakat tak terbiasa dengan paslon nomor urut 3.

"Kalau dua kandidat di dalam simulasi surat suara, kan akan ada kandidat ketiga yang akan dirugikan karena terkesan mau dibuat oleh penyelenggara bahwa publik tidak biasa dengan kandidat ketiga," kata Feri, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Kamis (4/1/2024).

Ia kemudian menilai, peristiwa ini melanggar prinsip dan asas penyelenggaraan pemilu secara profesional, sebagaimana diamanatkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Ini kan merugikan salah satu kandidat dan itu melanggar prinsip dan asas penyelenggaraan pemilu," ucap Feri.

Peristiwa hanya adanya dua dari tiga paslon di dalam simulasi pencoblosan Pilpres 2024 itu, menurut Feri, perlu menjadi catatan dan laporan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Tentu begini, untuk apa yang sudah terjadi akan menjadi catatan dan laporan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ya, ada tindakan tidak profesional,"

Baca juga: Pakar Minta KPU Akui dan Perbaiki Kelalaian Soal Surat Suara Simulasi Pilpres Hanya 2 Paslon

"Di Pasal 3 UU Pemilu disebutkan penyelenggara pemilu harus menyelenggarakan prinsip profesional dalam penyelenggaraan pemilu. Nah, itu bisa jadi dalil ya, bahwa dalam pemilu itu telah terjadi pelanggaran prinsip tidak profesional," sambungnya.

Lebih lanjut, Feri mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya mengakui kesalahan itu jika berniat melakukan perbaikan kedepannya.

"Jadi kedepannya harus segera diperbaiki dan kalau bisa KPU secara terbuka mengakui kealpaan itu dan berniat melakukan perbaikan," jelasnya.

Selain itu, kata Feri, KPU sebaiknya juga dapat menjelaskan hal ini kepada publik, terutama para kandidat. Khususnya, berkaitan dengan alasan munculnya kesan bahwa ada paslon-paslon yang diuntungkan dan dirugikan.

"Nah, supaya publik juga bisa melihat tanpa salah sangka, kalau KPU bisa menjelaskan dengan baik. Meskipun kita ketahui pilihan-pilihan seperti ini sudah tendensius kepada calon-calon tertentu dan merugikan calon-calon lain."

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatakan terjadi human error atas contoh surat suara untuk simulasi Pilpres yang di dalamnya hanya memuat dua pasangan calon. 

Diketahui, pihak PDIP Solo mengetahui hal itu setelah meminta contoh surat suara untuk simulasi mencoblos. Dalam surat suara Pilpres, hanya terdapat dua kolom pasangan calon presiden.

"Terkait hal tersebut itu terjadi human error yang tidak disengaja, tidak ada motif lainnya kecuali memang kekhilafan yang terjadi," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik saat dihubungi, Rabu (3/1/2024).

Pihaknya, lanjut Idham, juga langsung meminta kepada KPU di daerah untuk menghentikan kegiatan simulasi dengan menggunakan surat suara tersebut. 

Mereka meminta kepada KPU daerah untuk menggunakan contoh surat suara dengan minimal tiga pasang calon atau lebih.

"Pada 29 Desember 2023 saya sudah minta kepada seluruh KPU di daerah agar tidak menggunakan dummy surat suara tersebut," ujarnya.

Baca juga: Surat Suara Simulasi Pilpres Hanya 2 Paslon, Pakar: Melanggar Prinsip & Asas Penyelenggaraan Pemilu

"KPU akan memerintahkan kepada KPU di daerah yang telah melakukan simulasi dengan surat surat dua pasang calon dengan melakukan simulasi kembali dengan minimal tiga pasang calon," sambung Idham.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas