Pemilu 2024 Dinilai Spesial, Pakar Minta Masyarakat Aktif Lakukan Pengawasan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai Pemilu 2024 spesial yang ditandai dengan tiga hal.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai Pemilu 2024 spesial yang ditandai dengan tiga hal.
Pertama, ia menyinggung soal upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku petahana mempertahankan kekuasaannya, dengan memajukan sang putra, Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
"Ini adalah Pemilu terutama Pilpres yang sebenarnya mempertaruhkan jabatan petahana, tapi secara terselubung. Karena tentu saja petahanannya secara konstitusional tidak bisa maju lagi, maka anaknya yang maju," kata Bivitri, dalam konferensi pers peluncuran situs pelaporan kecurangan pemilu 'jagapemilu.com', di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (5/1/2024).
"Padahal secara teoritis, secara praktis, secara pengalaman, kalau petahana berkompetisi selalu akan ada kecenderungan pemihakan," sambungnya.
Terkait konteks tersebut, Bivitri kemudian menyoroti sejumlah peristiwa diduga merupakan praktik kecurangan pemilu.
Baca juga: Partai Buruh Soal Simulasi Pencoblosan Pilpres Hanya 2 Paslon: Harus Disanksi Tegas
Ia menilai, saat ini sudah terjadi hal-hal yang melanggat prinsip pemilu, jujur dan adil (jurdil).
"Yang paling baru soal ASN, Satpol PP, belum lagi soal baliho yang di Batam, soal pembagian susu, banyak, banyak. Jadi ini sudah dimulai ketidakjurdilan ini sudah dimulai," jelasnya.
Kemudian, Bivitri juga menyinggung, pemerintahan Joko Widodo yang sudah berjalan 10 tahun, menghasilkan persoalan-persoalan terkait penegakan hukum.
"Baik dari aspek hukum, hukumnya saya sudah banyak berbicara bagaimana politisasi judicialism itu dilaksanakan, belum lagi KPK-nya, pembunuhan Mahkamah Konstitusinya, dan juga pelemahan DPR," ucapnya.
Baca juga: Perbandingan Jumlah Pengikut Capres-cawapres di Medsos dengan 8 Hasil Survei Terbaru Pilpres 2024
"Jadi artinya kekuasaan sudah represif sekarang, lagi lucu-lucunya ketimbang pemerintahan-pemerintahan yang lalu setelah kita reformasi ya, ukurannya itu," lanjut dia.
Terakhir, Bivitri menyoroti, situasi komunikasi saat ini yang sudah berubah.
"Di satu sisi baik, satu sisi buruk. Buruknya kita sudah tahu semua, hoaks dan sebagainya," jelas Bivitri.
Kkarena itu, Bivitri menilai, hal-hal tersebut penting untuk menjadi alarm, bahwa masyarakat harus semakin aktif mengawasi jalannya Pemilu 2024.
"Ini menjadi alarm. Karena alarm itulah menurut saya, kita harus lebih aktif untuk menjaga pemilu ini, supaya jurdil. Jadi, menurut saya, ada tugas kewargaan kita untuj mengawasi pemilu, karena spesialnya itu tadi," katanya.