Perludem: Bawaslu Jakpus Punya Wewenang Menindaklanjuti Kasus Gibran Bagi Susu di CFD
Aksi Gibran yang semula ditangani oleh Bawaslu Jakpus berakhir dengan dikeluarkannya surat kajian yang berisi rekomendasi kepada Bawaslu DKI Jakarta.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat (Jakpus) disebut bisa menindaklanjuti kasus calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka bagi-bagi susu di car free day (CFD).
Sebagaimana diketahui aksi Gibran yang semula ditangani oleh Bawaslu Jakpus berakhir dengan dikeluarkannya surat kajian yang berisi rekomendasi kepada Bawaslu DKI Jakarta.
Artinya Bawaslu Jakpus tidak tidak lagi menangani kasus bagi-bagi susu ini dan dilimpahkan semuanya ke Bawaslu DKI Jakarta.
"Sebetulnya Bawaslu Jakpus itu tidak perlu untuk kemudian merekomendasikan atau melempar perkara ini ke Bawaslu DKI," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz dalam keterangannya, Jumat (5/1/2024).
Menurutnya, Bawaslu Jakpus dapat langsung memberikan sanksi atas tindakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu jika memang ditemukan adanya pelanggaran hukum.
Bawaslu Jakpus, lanjut Kahfi, merupakan perwakilan, unit atau entitas Bawaslu yang ada di tingkat kabupaten/kota dan diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk untuk menindaklanjuti pelanggaran, dalam hal ini memberikan sanski kepada Gibran.
Namun dalam surat kajian Bawaslu Jakpus itu, berbarengan rekomendasi, pihaknya hanya menyatakan Gibran melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 12 tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) tanpa memberikan sanksi.
"Saya kira penting ya untuk ditindaklanjuti apakah kemudian tindakan dari cawapres paslon nomor dua Gibran Rakabuming ini merupakan pelanggaran pemilu atau enggak karena setahu saya," tuturnya.
"Pertanyaan kemudian adalah apakah yang dilakukan oleh cawapres Gibran ini merupakan kegiatan politik yang dalam bentuk kampanye. Nah ini juga harus dipastikan apakah kemudian perbuatan ini, membagi-bagikan susu misalnya, apakah itu dianggap sebagai kampanye politik atau tidak gitu," tambah Kahfi.
Koordinator Nasional Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menjelaskan aksi Gibran itu masih bisa ditindaklanjuti meski tidak mengacu pada Undang-Undang (UU) Pemilu.
Ia menjelaskan terdapat beberapa jenis pelanggaran pemilu: pelanggaran administratif pemilu, pelanggaran pidana pemilu, pelanggaran kode etik pemilu, dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.
Kasus Gibran, masuk dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.
"Pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya, memang ini ranahnya instansi yang berwenang untuk memberikan sanksi. Tapi kan Bawaslu bisa merekomendasikan, termasuk merekomendasikan sanksinya," ujar perempuan yang akrab disapa Mita ini saat dikonfirmasi, Kamis (4/1/2024).
Sejumlah sanksi terhadap pelanggar ketentuan CFD diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), di antaranya pada butir huruf e, f, dan g.
Pasal tersebut menyebutkan dalam hal ditemukan partisipan tidak memenuhi aturan dalam pengisian acara pelaksanaan HBKB, penyelenggara HBKB akan memberikan surat teguran kepada partisipan.
Lalu, partisipan yang telah diberikan surat teguran tetap melakukan pelanggaran pada pelaksanaan HBKB berikutnya dan/atau berdasarkan hasil evaluasi Tim Kerja HBKB, tidak diperbolehkan lagi untuk mengisi kegiatan dalam pelaksanaan HBKB selanjutnya dengan diberikan Surat Daftar Hitam.
Terakhir, dalam hal pengisian kegiatan oleh partisipan menyebabkan pelanggaran ketertiban dan perusakan, penyelenggara HBKB berhak menghentikan kegiatan.