Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Nilai Konsolidasi PDIP untuk Cegah Pemilihnya Pindah ke Jokowi Sukses

Kritik yang terus dilakukan PDIP kepada Jokowi, kata dia, sebetulnya untuk menegaskan hubungan PDIP dengan Jokowi sudah berakhir.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Pengamat Nilai Konsolidasi PDIP untuk Cegah Pemilihnya Pindah ke Jokowi Sukses
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berbincang dengan Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani saat acara HUT ke-51 PDI Perjuangan di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (10/1/2024). HUT ke-51 PDIP tersebut bertemakan Satyam Eva Jayate, Kebenaran Pasti Menang, TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai konsolidasi yang dilakukan PDIP untuk mencegah pemilihnya pindah ke capres-cawapres terafiliasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah berhasil.

Ray menyampaikan hal tersebut sebagai satu dari lima faktor yang menyebabkan elektabilitas calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka cenderung stagnan dalam sejumlah survei beberapa waktu belakangan.

Ray menjelaskan konsolidasi PDIP pada 13 Oktober 2023 sampai November 2023 usai Jokowi membiarkan putranya, Gibran, menjadi cawapres Prabowo.

Selama sekira satu bulan tersebut, kata dia, PDIP melakukan konsolidasi internal yang dicirikan dengan cara terus menerus melakukan kritik terhadap Jokowi dengan sangat keras. 

Puncak kritik itu, kata dia, adalah ketika Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung adanya orang yang baru berkuasa tapi terasa seperti Orde Baru.

Menurutnya, pernyataan Megawati tersebut disampaikan dalam konteks untuk internal PDIP dan bukan ke luar. 

Berita Rekomendasi

Meski pernyataan tersebut berdampak pada turunnya elektabilitas Ganjar dalam beberapa survei, namun ke internal, kata dia, langkah tersebut efektif untuk membatasi migrasi pemilih loyal PDIP kepada Jokowi.

Dalam konteks itu, ia memperkirakan terdapat 50 persen pemilih PDIP yang terikat dengan Jokowi

Mereka yang terikat, kata dia, sebelum itu masih bimbang untuk ikut langkah Jokowi atau tetap di PDIP.

Baca juga: Anies Kembali Bicara IKN: Tidak Bilang Disetop, Tapi Pilih Benahi Alokasi Anggarannya

Kritik yang terus dilakukan PDIP kepada Jokowi, kata dia, sebetulnya untuk menegaskan hubungan PDIP dengan Jokowi sudah berakhir.

Sehingga dalam proses tersebut, kata dia, ada konsolidasi sekaligus verifikasi kepada mereka yang loyal kepada PDIP atau sebaliknya mengikuti langkah Jokowi.


Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata.id) di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2024).

"Dan kenyataannya mayoritas pemilih PDI itu tetap loyal. Di sini malah disebut 24,8 persen. Angka tertinggi menurut saya yang diperoleh PDI di berbagai lembaga survei. Kalau moderatnya mungkin 20-22 persen," kata dia. 

"Dalam bahasa lain, kalaupun ada yang minggat dari PDIP pasca-konsolidasi itu ikut jalannya Pak Jokowi, tidak lebih dari 2 persen. Artinya, konsolidasi yang dilakukan oleh PDI itu sukses untuk menahan pemilih mereka tidak pergi mengikuti langkah Pak Jokowi," sambung dia.

Baca juga: Survei IPO: Prabowo-Gibran Raih 42.3 Persen, Mahfud Disebut Turunkan Elektabilitas Ganjar

Fase kedua, kata dia, PDIP mengasosiasikan bahwa program Jokowi sama dengan program milik PDIP dan Ganjar. 

Oleh karena itu, kata dia, sekira Bulan Desember 2023 PDIP tidak melakukan upaya penyerangan terhadap visi misi Jokowi

Menurutnya, hal tersebut tampak saat debat pertama Pilpres di mana Ganjar menegaskan programnya sama dengan Jokowi di antaranya terkait IKN.

Fase ketiga, kata dia, sejak Januari 2024 sampai pada hari pencoblosan PDIP dan Ganjar akan menunjukkan perbandingan perihal siapa yang lebih pantas dipilih apakah Prabowo atau Ganjar. 

Hal tersebut, kata dia, juga tampak dalam debat ketiga pilpres.

Dalam debat tersebut, kata dia, Ganjar terus-menerus menyasar  program dan kinerja Prabowo sebagai MEnteri Pertahanan.

Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata.id) di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2024).
Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata.id) di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (11/1/2024). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Saat itu, menurut Ray, Ganjar ingin menunjukkan kepada publik, bahwa Prabowo merupakan sosok yang sedikit omong dan sedikit kerja.

Dengan cara itu, ia menduga masyarakat di akar rumput akan ragu apakah Prabowo mampu melanjutkan progra Jokowi.

Baca juga: VIDEO JK Turun Gunung, Jubir Timnas: Bisa Tingkatkan Keterpilihan AMIN di Pilpres 2024

Menurutnya, hal tersebut juga terekam dalam jajak pendapat Kompas di mana ada kecenderungan pemilih untuk lindah pilihan setelah menonton debat ketiga Pilpres atau debat kedua capres.

"Ada 10 persen dari hasil survei kompas itu, yang mengatakan pindah pilihan pasca mereka melihat debat kedua capres. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh Ganjar. Siapa yang lebih layak, siapa yang lebih patut meneruskan program-program Pak Jokowi, apakah Pak Ganjar atau Pak Prabowo," kata dia.

"Makanya, dalam ulang tahun PDIP kemarin tidak terdengar begitu istimewa, karena pidatonya tidak terlalu memaki. Karena kalau ada kritik-kritik itu jab-jab (pukulan-pukulan) kecil," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas