Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Denny Indrayana Setelah MK Tolak Permohonannya soal Uji Formil Batas Usia Capres/Cawapres

Menurut Denny, permohonan yang diajukannya dapat menjadi kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Respons Denny Indrayana Setelah MK Tolak Permohonannya soal Uji Formil Batas Usia Capres/Cawapres
kolase Tribunews
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana (kiri) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat bersidang (kanan). Denny Indrayana buka suara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PUU-XXI/2023. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana buka suara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 145/PUU-XXI/2023.

Perkara 145 tersebut diajukan Denny Indrayana bersama koleganya, Zainal Arifin Mochtar. Mereka selaku Para Pemohon menguji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.

Denny menyayangkan MK tak menyambut baik permohonan tersebut dengan menolak pengujian yang diajukan pihaknya.

Baca juga: BREAKING NEWS MK Tolak Uji Formil Batas Usia Capres/Cawapres yang Diajukan Denny Indrayana

Menurut Denny, permohonan yang diajukannya dapat menjadi kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional.

"Semestinya MK memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi melalui dikabulkannya permohonan uji formil yang kami ajukan," kata Denny, dalam keterangannya, pada Selasa (16/1/2024).

"Sangat disayangkan kemudian MK tidak mau bahkan tidak berani mengoreksi skandal Mahkamah Keluarga-gate yang mencoreng demokrasi dan konstitusi” sambungnya.

Baca juga: Hari Ini, MK Akan Putuskan Perkara Batas Usia Capres/Cawapres Diajukan Denny Indrayana

Berita Rekomendasi

Sementara itu, pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Putusan 145 ini akan menjadi sumber persoalan dalam beberapa hal.

"Pertama, MK jangankan menegakkan hukum, menegakkan UU saja tidak. Padahal ada kesempatan untuk melakukan terobosan untuk penegakan hukum dan UU, tetapi keduanya tidak dilakukan. MK membiarkan ruang kosong yang belum diisi dengan alasan yang terlalu sederhana," ucap Zainal.

Selain itu, melalui Putusan 145, MK melanjutkan kondisi ketidakjelasan konstitusional salah satu kandidat.

"Dan itu bom waktu yang kembali akan menjadi ujian di permohonan lanjutannya termasuk sengketa pilpres” ucap Zainal.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya prmohonan uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia capres/cawapres.

Sidang pembacaan putusan ini dihadiri oleh delapan hakim, kecuali Anwar Usman. Hal tersebut sesuai Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan permohonan Para Pemohon untuk tidak melibatkan adik ipar Presiden Joko Widodo itu ikut menangani Perkara 145/PUU-XXI/2023 ini.

"Dalam provisi, menolak permohonan provisi Para Pemohon," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan, di Gedung MKRI, pada Selasa (16/1/2024).

"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya," sambung Suhartoyo.

Baca juga: MK Putus Perkara Batas Usia Capres-Cawapres yang Diajukan Denny Indrayana dan Zainal Arifin Besok

Adapun dalam petitum provisi usai mengajukan perbaikan permohonan, Denny dan Zainal meminta agar MK menyatakan menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan 90/PU-XXI/2023.

Kemudian, meminta MK agar menyatakan menangguhkan tindakan/kebijakan yang berkaitan dengan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan 90/PU-XXI/2023.

Selain itu, Pemohon meminta MK memeriksa permohonan mereka secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya. 

Mereka juga meminta MK memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan tersebut tanpa campur tangan Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Sedangkan dalam petitumnya, Denny dan Zainal meminta MK mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

"Menyatakan pembentukan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum Pemohon dalam Surat Perbaikan Permohonan, dikutip dari laman MKRI, pada Senin (15/1/2024).

Tak hanya itu, Denny dan Zainal meminta MK memerintahkan kepada penyelenggara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2024 untuk mencoret peserta pemilu yang mengajukan pendaftaran berdasarkan pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 109 ) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan 90/PU-XXI/2023, akibat telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Atau menetapkan agenda tambahan khusus bagi peserta pemilu yang terdampak untuk mengajukan calon pengganti dalam rangka melaksanakan putusan ini dengan tidak menunda pelaksanaan Pemilu 2024," kata Para Pemohon.
 

--

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas