Reza Indragiri Ungkit 3 Hal Tanggapi Penolakan Terhadap Capres yang Didukung Abu Bakar Baasyir
Reza Indragiri Amriel selaku Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip Kementerian Hukum dan HAM memberikan pandangannya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ustaz Abu Bakar Baasyir menyatakan diri mendukung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Putra Ustaz Abu Bakar Baasyir, Abdul Rohim, mengonfirmasi kebenaran rekaman suara itu. Dukungan Abu Bakar Ba’asyir terhadap pasangan AMIN ini pun sontak mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Salah satu yang langsung merespon dukungan Abu Bakar Ba’asyir terhadap pasangan AMIN ini adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Sekjen PBNU Saifullah Yusuf atau Gus Ipul bahkan secara spesifik meminta Nahdliyin tak memilih paslon yang didukung oleh Abu Bakar Ba’asyir.
Menanggapi hal tersebut, Reza Indragiri Amriel selaku Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan pandangannya.
Menurutnya, tidak ada pembenaran terhadap terorisme. Harus ditentang, pelakunya dipidanakan.
Pada sisi lain, ada tiga hal yang perlu ditinjau dari pernyataan Saifullah Yusuf dan Yenny Wahid terkait penolakan terhadap paslon yang didukung Ustad Abu Bakar Baasyir (Ustad ABB).
Pertama, ABB selaku eks narapidana.
"Studi di sejumlah benua menunjukkan tingkat residivisme pelaku pidana terorisme adalah sebesar 2-7 persen. Persentase tersebut dikategori sebagai sangat rendah (very low) dan jauh lebih rendah (far lower) ketimbang residivisme kejahatan umum," ujarnya dalam keterangan kepada Tribunnews.com, Kamis (18/1/2024).
Menurutnya, ABB sendiri telah menyatakan kembali ke NKRI. Pihak yang masih menyebut ABB sebagai penolak Pancasila, perlu memperbarui pengetahuannya.
Pernyataan terbuka ABB menunjukkan perubahan mindset-nya, "Indonesia berdasarkan Pancasila itu mengapa disetujui ulama? Karena dasarnya tauhid, Ketuhanan yang Maha Esa. Ini pun pengertian saya terakhir. Dulunya saya, Pancasila itu syirik. Tapi, setelah saya pelajari selanjutnya, ndak mungkin ulama menyetujui dasar negara syirik, itu ndak mungkin. Karena ulama itu mesti niatnya ikhlas.”
Kementerian Hukum dan HAM juga tentu telah melakukan risk assessment (RA) terhadap ABB.
RA adalah mekanisme untuk menakar antara lain risiko residivisme terpidana. Seandainya hasil RA menunjukkan ABB berisiko tinggi mengulangi tindak pidana, dan itu menjadi ancaman besar bagi masyarakat, Kemenkumham dan lembaga-lembaga negara lainnya niscaya akan memberikan rekomendasinya agar ABB–dengan cara apa pun–tidak dikeluarkan dari lapas.
"Alhasil, kalau ada pihak yang ketakutan bahwa ABB akan melakukan aksi pidananya kembali, pihak tersebut perlu diinsafkan bahwa ketakutannya itu terlalu berlebihan. Sekaligus, ketakutan itu menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kerja pemasyarakatan Kemenkumham."