Laporan Pelanggaran Pemilu dari Masyarakat Lebih Banyak dari Temuan Bawaslu
Jumlah temuan potensi pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu formal lebih sedikit dari jumlah laporan masyarakat.
Editor: Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah temuan potensi pelanggaran yang ditemukan oleh Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu formal lebih sedikit dari jumlah laporan masyarakat.
Hal ini terkonfirmasi dari data yang diambil di laman Bawaslu di mana jumlah temuan mencapai 403, sedangkan laporan sebanyak 865.
Angka tersebut bertolak belakang dengan situasi pemilu 2019 ketika total temuan Bawaslu mencapai 18.995 temuan dan 4.506 laporan, sehingga total keduanya mencapai 23.501, yang mana 20.999 laporan diregistrasi dan 2.502 tidak diregistrasi
Mantan Ketua Bawaslu Abhan menegaskan temuan sejatinya adalah hasil kerja penyelidikan dan pengawasan yang dilakukan Bawaslu.
Sedangkan laporan adalah upaya Bawaslu untuk menampung masukan dari masyarakat.
“Sangat disayangkan, Bawaslu yang saat ini memiliki kekuasaan kewenangan yang sangat kuat terhadap pelanggaran belum bisa berjalan jujur dan adil. Bawaslu tidak perlu menunggu laporan masyarakat. Bawaslu punya kewenangan langsung menyelidiki dan mencatat temuan,” kata Abhan dalam diskusi “Efektivitas Pengawasan dan Penegakkan Hukum Pemilu” di Ruang Pertemuan Jaga Pemilu, Jakarta Kamis (18/1/2024)
“Ibarat main sepakbola, ada aturan yang sangat ketat. Sampai suporter membuat kerusuhan pun diberi sanksi. Apalagi ini pemilu yang memilih pemimpin nasional. Tinggal penegak hukumnya, Bawaslu, polisi, jaksa apakah berani melakukan penindakan,” ujar Abhan.
Baca juga: Bawaslu Diharapkan Telusuri Videotron Anies Disetop Mendadak di Jakarta dan Bekasi
Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Boy Rando Simanjuntak mengatakan, peran Polri adalah menerima hasil rapat pleno Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) Pemilu 2024 dan memrosesnya kemudian.
Saat ini ada 35 laporan pelanggaran pemilu, 75 temuan.
Dari total 110 tersebut, 67 sedang berada dalam kajian, 23 kasus statusnya dihentikan dan 20 kasus diteruskan ke pengadilan.
Jumlah ini masih jauh dibawah pelanggaran pemilu pada 2019 yang berjumlah 367 kasus.
Menurut Titi Anggraini pendiri Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat ini Bawaslu menjadi institusi dengan peran yang sangat lengkap kewenangannya sebagai buah dari UU No. 7 Tahun 2017 yang menjadikan Bawaslu quasi peradilan.
Artinya, Bawaslu adalah lembaga bukan peradilan yang punya kewenangan menyerupai peradilan.
Mulai dari pencegahan pelanggaran, pengawasan semua tahapan, penyelesaian pelanggaran pidana atau etik, sampai ke penyelesaian sengketa proses.
Baca juga: Ganjar Soroti Peringatan Bawaslu Soal Netralitas Menteri: Mundur Itu Pilihan Paling Bagus