Sikapi Sidang DKPP, Pengadu Nilai KPU Tak Tertib Asas Pelaksanaan Putusan MK Soal Batas Usia Capres
DKPP menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran kode etik KPU terkait penerimaan pendaftaran Gibran sebagai Cawapres
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Senin (15/1/2024) kemarin menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran kode etik KPU terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun pihak teradu, yakni 7 anggota KPU RI.
Di antaranya Ketua KPU Hasyim Asyi’ari, Anggota KPU Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. perkara ini diadukan ke DKPP oleh Tim Pembela Demokrasi 2.0 (TPDI 2.0).
Perihal pengaduan ini, Koordinator TPDI, Patra M. Zen menilai KPU telah bertindak tidak tertib dan profesional dalam menyikapi putusan MK di tengah tahapan pemilu berjalan.
"Sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi," kata Patra dalam keterangannya, Jumat (19/1/2024).
Ia membandingkan ketika MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.
Putusan MK itu baru dieksekusi KPU setelah menerbitkan PKPU Nomor 11/2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Contoh lain, dalam putusan MK perihal norma semua orang yang punya hak pilih yang tidak terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya di Pilkada dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK).
Putusan ini berlaku setelah KPU menerbitkan aturan baru.
"Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," ungkapnya.
Jika dibandingkan dengan perkara ini, KPU dinili melanggar prinsip berkepastian hukum karena menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran pada 25 Oktober 2023, atau ketika PKPU 19/2023 masih mensyaratkan usia minimal 40 tahun.
Baca juga: Hakim MK Arsul Sani Berharap Tak Mengadili Perkara PHPU Libatkan PPP
KPU sendiri baru mengubah syarat itu pada 3 November 2023 sesuai putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal kepala daerah bisa maju pilpres sebelum 40 tahun.
Berkenaan dengan itu, TPDI menilai norma dalam putusan MK seharusnya baru diberlakukan untuk Pilpres 2029.
"Mengapa terjadi perbedaan perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tanya Patra.
"Tidak adil, tidak akuntabel, tidak berkepastian hukum, tidak tertib, tidak proporsional, dan tidak profesional," timpal perwakilan pengadu, Petrus Hariyanto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.