Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Tata Negara: Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye Penuhi Syarat Pemakzulan

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pernyataan Jokowi mengenai Presiden boleh kampanye sudah memenuhi syarat pemakzulan

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pakar Hukum Tata Negara: Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye Penuhi Syarat Pemakzulan
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam acara diskusi bertajuk Pemilu Curang: Menyoal Netralitas Presiden Hingga Pelaporan Kemhan ke Bawaslu di Jakarta, Kamis (25/1/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pernyataan Joko Widodo atau Jokowi mengenai Presiden boleh kampanye sudah memenuhi syarat pemakzulan sebagaimana termaktub dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pasal tersebut berbunyi: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Menurut Bivitri, pernyataan Jokowi seperti itu, terlebih saat didampingi para petinggi militer, sudah memenuhi unsur perbuatan tercela.

"Kan Pasal 7A UUD itu tentang syarat pemakzulan. Di titik itu menurut saya perbuatan tercela," kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk Pemilu Curang: Menyoal Netralitas Presiden Hingga Pelaporan Kemhan ke Bawaslu pada Kamis (25/1/2024) di Jakarta.

Memang perbuatan tercela cenderung longgar untuk dibuktikan dalam konteks hukum.

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Sebut Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Memihak Sebagai Bentuk Pengingkaran

Namun, satu parameter yang dapat dijadikan acuan ialah jabatan dan kewenangan seseorang, yang dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden RI.

Berita Rekomendasi

"Di hukum tata negara prinsipnya orang itu menilai harus dari jabatan. Jadi berbeda perbuatan tercela orang biasa dengan seorang presiden atau menteri," katanya.

Menurut Bivitri, pernyataan Jokowi mengenai diperbolehkannya Presiden memihak dan berkampanye merupakan salah tafsir atas Undang-Undang Pemilu.

Memang dalam Pasal 299 tertera bahwa Presiden dan Wakil Presiden berhak untuk kampanye.

Baca juga: Jokowi Bicara Memihak, Sri Mulyani Tekankan Netralitas Sebagai Value

Namun, jika merujuk pada pasal-pasal berikutnya, yakni Pasal 300, 301, dan 302, maka dapat dipahami bahwa klausul Pasal 299 dimaksudkan bagi Presiden dan Wakil Presiden petahana alias kembali berkontestasi dalam Pemilu.

Karena itu, Jokowi tak semestinya menyatakan bahwa dia berhak untuk berkampanye.

Hal itu mengingat bahwa bukan dirinya yang menjadi peserta Pemilu, melainkan putranya, Gibran Rakabuming Raka.

"Nah jadi kalau dilihat lagi pasal berikutnya, 300, 301, 302 itu kebaca. Itu akan kebaca intensi pasal itu. Sehingga Jokowi tidak bisa bilang dia berhak berkampanye," ujar Bivitri.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas