Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terkait Protes Etika Kaum Professor, Syahganda Nainggolan Sarankan Gibran Mundur

Ketua kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan menilai dua arti penting dari puluhan gerakan guru besar dan dosen dari berbagai kampus.

Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Terkait Protes Etika Kaum Professor, Syahganda Nainggolan Sarankan Gibran Mundur
ist
Pengamat Sosial Dr Syahganda Nainggolan saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Kebangsaan Umat Islam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan menilai dua arti penting dari puluhan gerakan guru besar dan dosen dari berbagai kampus di Indonesia.

Pertama, agar Presiden Joko Widodo tidak ikut-ikutan politik partisan dan kedua agar Gibran Rakabuming Raka mengundurkan dari pencalonannya.

Syahganda mengatakan perguruan tinggi adalah lambang moralitas sebuah bangsa sekaligus sebagai pusat peradaban.

"Sehingga, menyepelekan gerakan ini menunjukkan Jokowi bukan lagi seorang pemimpin beradab. Begitu juga Gibran dan Prabowo yang mengabaikan etika berdemokrasi, apalagi DKPP telah menjatuhkan vonis pelanggaran etika atas keputusan pimpinan KPU menerima pendaftaran capres-cawapres 02," kata Syahganda dalam keterangannya, Selasa (6/2/2024).

Syahganda meminta agar Presiden Joko Widodo berhenti cawe-cawe guna merespons gerakan para profesor dan keputusan DKPP terkait proses pendaftaran Gibran.

"Dengan mundurnya Gibran dari kandidasi, diharapkan demokrasi berjalan normal dan kampus menjadi tenang," kata Syahganda.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi ramai-ramai dikritik sejumlah sivitas akademika dan guru besar dari berbagai universitas di Indonesia pada Pemilu 2024 ini.

Berita Rekomendasi

Kritik itu datang dari UGM, UI, ITB, IPB, Airlangga, ITS, Unpad, Unhas, Unej, dan juga banyak universitas swasta.

Gufron Mabruri, Direktur Imparsial, menilai publik kesal dengan pemerintahan Jokowi yang ingin melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroninya.

"Mereka yang menjunjung demokrasi dan HAM, serta menjunjung tinggi etika dan prinsip-prinsip dasar kebangsaan memilih tidak tinggal diam melihat darurat etika, hukum, dan tata demokrasi yang diacak-acak oleh rezim," ujarnya, Sabtu (3/2/2024).

Ia menggambarkan, dalam beberapa hari terakhir, elemen sivitas akademika di berbagai perguruan tinggi dan elemen masyarakat sipil mengekspresikan refleksi, seruan, petisi, dan sikap mereka untuk melakukan perlawanan dan menyelamatkan demokrasi, yang pada ujungnya menyelamatkan Indonesia.

"Mereka mengekspresikan kekesalan dengan keberulangan perilaku nir-etika yang dipertontonkan oleh Jokowi, keluarga dan kroni-kroninya."

"Para civitas akademika dan elemen masyarakat sipil menyatakan cukup sudah bagi kecurangan Pemilu, mobilisasi dukungan dengan paksaan, penyalahgunaan kekuasaan melalui fasilitas dan anggaran negara, serta intimidasi yang terus menerus dilakukan terhadap pemilih dan aparatur negara demi memenangkan Paslon 02 yang didukung oleh Presiden Jokowi," katanya.

Bisa mengundurkan diri?

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur larangan mundur bagi capres atau cawapres yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon tetap.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas