Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar Sejumlah Universitas Turun Gunung Sebagai Aksi Kepedulian, Jangan Dicap Partisan Politik

Sejumlah civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menyatakan sikap akan situasi politik dan demokrasi di Indonesia jelang Pemilu

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Guru Besar Sejumlah Universitas Turun Gunung Sebagai Aksi Kepedulian, Jangan Dicap Partisan Politik
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas, serta sejumlah perwakilan mahasiswa ITB melakukan Deklarasi Akademik Mencegah Kemunduran Demokrasi yang dibacakan oleh Dosen ITB, Nedina Sari, di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (5/2/2024). Sembilan poin dalam deklarasi akademik ini disampaikan, diantaranya mendukung Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang jujur, adil, dan damai, serta menjungjung hak asasi setiap pemilih. Selain itu, mendukung pemimpin sebagai negarawan serta menjadi teladan dalam menegakan aturan hukum dan etika publik untuk membangun demokrasi yang berkualitas. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia 'turun gunung' menyatakan sikap melihat situasi politik dan demokrasi di Indonesia yang semakin memprihatinkan menjelang Pemilu 2024.

Hal ini banyak yang mendukung tapi tak sedikit yang menuai cibiran.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo menyayangkan dengan pihak yang berpandangan bahwa turun gunungnya para guru besar telah diokrestasi atau menjadi partisipan dari calon yang maju di Pilpres 2024.

Hal ini disampaikannya dalam acara “webinar: Refleksi Kebangsaan Profesor Indonesia” yang diadakan oleh Asosiasi Profesor Indonesia (API).

Sejumlah guru besar dari berbagai universitas hadir dalam acara tersebut.

“Saya sangat terganggu dengan adanya tuduhan-tuduhan kepada kita semuanya yaitu bahwa gerakan-gerakan kita itu adalah gerakan yang sudah diokrestasi, buat saya itu menyinggung dan menyakitkan juga menunjukkan pemikiran yang dangkal. Bayangkan academica itu dianggap partisan bahwa para GB (Guru Besar) bisa diokrestasi,” ungkap Harkristuti secara daring, Rabu (7/2/2024).

Menurut dia, banyak yang tidak tahu forum diskusi guru besar itu termasuk academica, tak pernah sepi akan ekspresi pemikiran masing-masing yang sangat dinamis, baik itu di prodi bahkan sampai fakultas, dan itu baru di satu universitas.

Berita Rekomendasi

“Bagaimana anda membayangkan, adanya satu master mind, satu aktor intelektual yang mampu memobilisasi sekian ratus guru besar di perguruan tinggi untuk menyuarakan satu keresahan dengan esensi dan menyampaikan pesan yang sama. Mungkin yang punya ide bahwa guru besar ini diokrestasi tidak pernah diskusi dengan akademisi apalagi dengan guru besar,” ungkap Harkristuti.

“Ini sangat mengerikan ketika kita dianggap berpolitik,” sambungnya.

Harkristuti menegaskan turunnya para guru besar ini adalah bentuk kepedulian terhadap kondisi politik dan alam demokrasi Indonesia saat ini.

“Ini suatu warning, ini suatu peringatan bagi semuanya bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Itu sebabnya kita turun,” jelas dia.

Senada, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Profesor Cecep Darmawan melihat, turunya para profesor terhadap kondisi politik Indonesia hari ini adalah hal yang wajar.

Pasalnya, ini bagian untuk mencerahkan masyarakat terhadap situasi politik khususnya demokrasi Indonesia sekarang.

“Sebetulnya kita melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi sebetulnya ini, setidak-tidaknya dalam kategori pengabdian masyarakat. Bagaimana memberikan pencerahan kepada masyarakat soal demokrasi kita hari ini,” kata dia.

Sementara, Guru Besar Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran, Profesor Arief Anshory Yusuf mengatakan, perlu turun melihat situasi politik dewasa ini jelas ada implikasinya terhadap ekonomi Indonesia.

Sembari memperlihatkan buku yang berjudul “Why Nation Fail” karya Daron Acemoglu dan James A Robinson, bahwa kualitas sebuah demokrasi di suatu negara akan berimplikadi terhadap kondisi ekonominya.

“Karena kalau kualitas demokrasi kita menurun turus, pada akhirnya kekuasaan di segelintir kelompok kalau dalam buku ini disebut sebagai extractive political and economic institution, oligarki. Ini akan membuat kita menjadi negara gagal,” ungkap dia.

Menurut Arief, jika demokrasi Indonesia menurun maka mungkin sulit untuk menjadi negara maju di tahun 2045.

“Sehingga harapan kita menjadi negara yang maju di tahun 2045, Indonesia Emas, itu mungkin akan membuat kita menjadi Indonesia gemas dan membuat kita cemas,” jelas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas