Pengamat Hukum UI: Presiden Perlu Jaga Netralitas Polisi di Pemilu 2024
Chudry menyatakan untuk menegaskan netralitas kepolisian, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh kepolisian dan juga Presiden
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
Pengamat Hukum UI: Presiden Perlu Jaga Netralitas Polisi di Pemilu 2024
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Chudry Sitompul mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu membuat penegasan perlunya netralitas polisi di Pemilu 2024.
Chudry menyatakan untuk menegaskan netralitas kepolisian, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh kepolisian dan juga Presiden selaku kepala pemerintahan.
"Presiden, yang memiliki dua peran, public authorities dan politics actor, harus bisa memisahkan peran itu secara tegas. Sehingga tidak menempatkan kepolisian dalam posisi serba salah," ujarnya di acara diskusi membahas netralitas kepolisian via zoom di Jakarta, Senin, 12 Februari 2024.
Baca juga: Jelang Pencoblosan, Hasto Imbau ASN, TNI, Polri, Jaga Netralitas
Diskusi ini menghadirkan pembicara Dr. Chudry Sitompul dosen Fakultas Hukum UI, dan
Dr Herdi Sahrasat, dosen Program Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta dan Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari ISESS.
Dr Chudry menjelaskan, pasca-reformasi insitusi kepolisian adalah menjaga keamanan dan ketertiban dengan persenjataan terbatas.
"Menurut saya, jika keamanan itu dikaitkan dengan upaya mengarahkan perguruan tinggi, karena marak deklarasi keprihatinan belakangan ini, rasanya terlalu berlebihan," kata Chudry.
Strukturnya di Bawah Presiden Langsung
Namun Dr Chudry mengakui agak sulit bagi institusi kepolisian terlihat netral oleh masyarakat.
"Ini terkait dengan fungsi kepolisian juga, dimana kepolisian adalah alat pemerintah, sementara presiden merupakan kepala pemerintahan. Kepolisian sendiri harus memenuhi perintah atasan, sesuai ketentuan UU Kepolisian," ujarnya.
Sementara, kepolisian juga harus mengambil langkah-langkah yang tidak membua institusinya terjebak dalam framing tidak netral atau cenderung berpihak.
Ia menjelaskan, netralitas kepolisian ditegaskan dalam Pasal 28 UU Kepolisian, dimana disebutkan polisi harus netral dan tak terlibat dalam politik praktis dan kehidupan berpolitis.
"Dalam frasa kehidupan politis, memang agak sulit, karena cakupannya lebih luas dibandingkan politik praktis. Semua komponen di kepolisian harus benar-benar menetapkan bahwa mereka itu mengabdi kepada publik," kata Chudry.
Dalam praktiknya, ia menyatakan, paling tidak ada dua hal yang bisa dilakukan oleh institusi kepolisian dalam menjaga netralitas.
"Pertama, sebagai institusi, harus bisa memilah laporan kasus pemilu, apakah itu ranah kepolisian atau ranah Bawaslu," ujarnya.
"Kedua, sebagai individu, seluruh komponen kepolisian, harus bisa menjag interaksi dengan semua pihak yang terkait dengan Pemilu. Misalnya, ya jangan ngopi bareng dulu, jangan ketemu dulu, untuk sepanjang periode pemilu ini," kata Dr Chudry.
Sementara itu, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto menyatakan, dugaan ketidaknetralan polisi yang ramai dibicarakan belakangan ini merupakan dampak dari sistem yang berlaku saat ini
"Saya melihat pelanggarannya itu sistematis, karena sistem dan struktur kepolisian paska Pemilu," kata Bambang.
Ia menyatakan netralitas kepolisian saat ini sulit untuk diwujudkan karena secara struktural posisi kepolisian ada di bawah presiden.
"Saat polisi terlibat dalam proses pemilu sebagai penjaga keamanan maka akan terbuka potensi polisi terlibat dalam proses pendulangan suara atau pemenangan salah satu kubu yang terlibat dalam pemilu," sebutnya.
Bambang menyatakan keterlibatan institusi dalam pemilu bukan hanya pada pemilu kali ini saja. Tapi sudah sejak dulu.
Dia menilai, sinyalemen ketidaknetralan polisi di Pemilu 2024 selain jadi tanggung jawab dari Kapolri saja tapi juga semua pejabat yang ada di institusi Polri.
Ia juga menyampaikan bahwa pada pemerintahan saat ini, polisi memiliki banyak porsi di berbagai posisi Pemerintahan.
"Ini berpotensi menyebabkan timbulnya arogansi di tubuh kepolisian. Jika dibiarkan ini akan menjadi bumerang," pungkasnya.