Apa Bisa Mencoblos Tanpa Undangan Form C6? Ini Penjelasan dan Aturan Saat Berada di Bilik Suara
KPU RI telah memastikan bahwa pemilih yang tak memegang undangan pencoblosan atau form model C6, mereka tetap bisa mencoblos di TPS.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Apa Bisa Mencoblos Tanpa Undangan Form C6? Ini Penjelasan dan Aturan Saat Berada di Bilik Suara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemungutan suara Pemilu 2024 akan berlangsung Rabu (14/2/2024).
Para calon pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa pergi ke TPS dengan membawa formulir C6 alias undangan pencoblosan dan KTP atau paspor atau identitas lain.
Pertanyaannya, apakah bisa mencoblos ke TPS tanpa membawa form C6 alias undangan pencoblosan?
Baca juga: Daftar Dokumen yang Harus Dibawa ke TPS, Bagaimana Pemilih Bisa Mencoblos Jika Tak Dapat Undangan?
Sebagai informasi, undangan formulir model C6 adalah surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih untuk mencoblos.
Form model C6 diberikan oleh Ketua KPPS kepada pemilih yang terdaftar dalam DPT, DPTb atau DPK. Form ini diberikan ke pemilih paling lambat 3 hari sebelum hari pemungutan suara.
Jika pemilih belum mendapatkan form C6, maka dapat melapor ke Ketua KPPS dengan menyertakan KTP atau paspor atau identitas resmi lainnya.
Lalu bagaimana jika hingga hari H pencoblosan, form model C6 tak kunjung diterima pemilih?
KPU RI telah memastikan bahwa pemilih yang tak memegang undangan pencoblosan atau form model C6, mereka tetap bisa mencoblos di TPS.
Syarat yang perlu dibawa ke TPS cukup e-KTP atau surat keterangan (suket).
“Jika sampai hari pemungutan suara pemilih dalam DPT dan DPTb belum menerima surat pemberitahuan, yang bersangkutan tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan membawa KTP el atau surat keterangan yang diterbitkan oleh Dinas kependudukan dan Catatan Sipil,” kata Anggota KPU RI Idham Holik.
Selain itu, merujuk pada Pasal 15 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara, pemilih tetap bisa menuangkan hak konstitusionalnya di Pemilu meski tanpa undangan.
Hal itu tertuang dalam ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal formulir Model C6-KWK yang telah diterima oleh pemilih hilang, pemilih menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau Surat Keterangan”.
Pemilih Dilarang Bawa HP ke Bilik Suara
Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023, tepatnya di Pasal 25 ayat (1), disebutkan bahwa sebelum pemilih menuju bilik suara, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus mengingatkan dan melarang pemilih membawa telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara.
Penjelasan dari Ketua KPPS juga tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, yakni menginformasikan larangan menggunakan telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara.
Pemilih Dilarang Mendokumentasikan dari Balik Bilik TPS
Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) PKPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa pemilih tidak boleh mendokumentasikan baik itu memfoto atau merekam video saat menuangkan hak pilihnya dari balik bilik suara.
Pada peraturan lain, yakni Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, juga tertuang larangan pemilih tak boleh mendokumentasikan hasil pencoblosan surat suara di bilik suara.
Jika pemilih melanggar ketentuan ini, sanksi yang dikenakan adalah ancaman pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta. Hal ini tertuang dalam Pasal 500 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebelumnya mengingatkan larangan pemilih merekam dari balik bilik suara TPS.
Ia menyebut salah satu asas pemilu adalah rahasia. Sehingga aturan tersebut berupaya menjaga kerahasiaan suara para pemilih. Kata dia, jangan sampai ketika publik merekam atau mengambil gambar saat pencoblosan justru menimbulkan problem baru.
“Karena apa, di satu sisi itu mengganggu asas kerahasiaan. Kedua, kalau situasi itu viral, mengklarifikasinya juga agak kerepotan. Siapa yang foto, siapa ngepost itu,” kata Hasyim, Rabu (31/1/2024).
“Kemudian ngapain diviralkan, ini jadi pertanyaan kan. Yang kemudian harus melacak satu per satu dan seterusnya,” tukas dia.