Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gaduh Hitung Suara Salah Sistem, Penggelembungan Suara Bisa 'Untungkan' Satu Paslon

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan salah input dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) disebabkan oleh human error.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Gaduh Hitung Suara Salah Sistem, Penggelembungan Suara Bisa 'Untungkan' Satu Paslon
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Proses penghitungan suara Pilpres 2024 di TPS 03, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, pada Rabu (14/2/2024). TPS ini merupakan tempat Wakil Presiden RI Ke-10 dan 12 Jusuf Kalla memberikan hak pilihnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan salah input dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) disebabkan oleh human error.

Selain itu faktor kesalahan sistem juga membuat sinkronisasi data tidak sesuai yang berdampak pada isu penggelembungan suara.

Anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan ihwal kesalahan itu ialah sistem yang salah dalam membaca angka numerik dari dokumen formulir Model C Hasil.

Baca juga: Banyak Galat Hingga Salah Input Data, KPU Klaim Sirekap Sudah Optimal dari Keamanan Hingga Informasi

“Jadi begini, misal angka 3 itu terbaca 8. Misalnya angka 2 itu terbaca 7,” kata Idham saat dikonfirmasi, Senin (19/2/2024).

Atas kesalahan sistem itu, KPU melalui operator Sirekap di Kabupaten/Kota setempat harus melakukan akurasi manual terhadap angka yang salah.

Selama proses akurasi, data yang ditampilkan di Sirekap pun bukan merupakan data terbaru.

“Ya Sirekap-nya karena dia sedang diakurasi agar prosesnya menjadi lancar maka untuk sementara tampilan publiknya masih menggunakan tampilan yang terakhir,” jelasnya.

Berita Rekomendasi

Idham tidak menampik kesalahan itu mengakibatkan penggelembungan suara pasangan capres-cawapres sebab data numerik Sirekap menampilkan jumlah jauh lebih besar daripada yang tercatat di formulir C1 Plano di tempat pemungutan suara (TPS).

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari telah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait salah konversi dalam membaca data Formulir Model C1 Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 pada Sirekap.

Baca juga: UPDATE Real Count KPU Pukul 05.00 WIB: Prabowo 58,62 Persen, Anies 24,27 Persen, Ganjar 17,11 Persen

“Kami di KPU masih manusia-manusia biasa yang sangat mungkin salah,” kata Hasyim

Ia pun memastikan bahwa kesalahan konversi itu akan segera dikoreksi.

Sebab, Hasyim menegaskan bahwa KPU tidak boleh berbohong dan harus menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Politic Review Ujang Komarudin menilai Sirekap sebaiknya ditutup karena telah membuat kekeruhan dalam proses penghitungan suara Pemilu 2024.

Menurutnya, ketidakcocokan data dengan penghitungan suara di lapangan akan sangat berbahaya.

“Apalagi misalkan tidak sama dengan pembanding yang lain contohnya quick count, jadi ini pembelajaran bagi KPU juga bagi KPU supaya tidak gegabah membuat aplikasi Sirekap,” kata Ujang.

Dia menegaskan kegaduhan yang timbul berbahaya untuk keberlangsungan demokrasi.

Tidak menutup kemungkinan, pihak yang kalah akan menuduh pihak yang menang melakukan kecurangan.

“Tetapi kan kalau ditutup tentu ini akan membuat wajah KPU juga tercoreng jadi kelihatannya akan terus dibiarkan sambil mengkoreksi, mengevaluasi permasalahan atau kejadian yang rumit di hasil Sirekap tersebut,” ungkapnya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Al Azhar itu meyakini penutupan aplikasi Sirekap akan merugikan bagi penyelenggara pemilu yakni KPU RI.

Hal yang merugikan itu terkait anggaran besar untuk membangun Sirekap sedangkan output yang dihasilkan tidak sesuai harapan.

Dan ketika aplikasi Sirekap digunakan lalu justru banyak kesalahan walhasil masyarakat bisa bereaksi.

“Masyarakat bisa saja menuduh bahwa ada dugaan kecurangan karena itu maju kena dan mundur juga kena Sirekap ini,” tutur Ujang.

Ujang melihat persoalan Sirekap yang kemudian menjadi isu penggelembungab suara adalah tugas seluruh elemen masyarakat.

Penghitungan suara haruslah dikawal dan dipantau secara bersama-sama.

“Ada atau tidaknya dugaan penggelembungan suara itu harus dilihat secara utuh jangan sampai kita menyimpulkan sesuatu yang belum melalui proses hukum,” ujar dia.

Lebih lanjut, Ujang merekomendasikan pihak yang menilai adanya dugaan penggelembungan suara agar melaporkan ke Bawaslu.

Selain itu dugaan markup suara juga bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi.

“Ini yang harus dijadikan patokan untuk membuktikan benar tidaknya kecurangan tersebut,” imbuhnya.

Temukan Bukti

Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) menemukan bukti adanya penggelembungan suara dalam penghitungan asli atau real count yang masuk ke sistem atau website Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Wakil Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN Amin Subekti mengatakan bahwa temuan tersebut diperolah timnya usai melakukan riset dan verifikasi data dengan memvalidasi Formulir C1 dan data di website KPU.

Hasilnya, kata Amin Subekti, hanya dalam beberapa jam terakhir saja, terdapat sekitar 335 laporan dari berbagai TPS yang berbeda antara angka di tabulasi dengan dokumen pendukung berupa Formulir C1 yang diunggah di website KPU.

Sebanyak 335 laporan itu tersebar di 181 kota dan 36 provinsi.

Jadi, terdapat perbedaan angka di Formulir C1 dan tabel di website KPU.

Amin menegaskan bahwa laporan ini hanya menjadi sampel dari riset Timnas AMIN.

Timnas AMIN melakukan riset setelah melihat dinamika yang berkembang di masyarakat, laporan melalui sosial media maupun whatsapp tentang adanya perbedaan angka di Form C1 dan website KPU.

“Kami melakukan pendalaman (masukan dari masyarakat baik melalui media sosial maupun whatsapp) apakah ini sesuatu yang terjadi (perbedaan angka seperti yang dikeluhkan masyarakat). Kami buka apa yang di website KPU, lalu mencoba memeriksa dalam beberapa jam terakhir, apakah ada sesuatu kelemahan dalam uploading,” terang Amin.

Menurutnya, dari 335 laporan itu terdapat penggelembungan suara untuk semua paslon.

Akan tetapi, proporsi penggelembungannya berbeda-beda.

Misalnya, paslon 01 mendapatkan tambahan suara 19,6 persen, paslon 02 sebanyak 65 persen, dan paslon 03 sebanyak 15,4 persen di atas Formulir C1.

“Ini yang kami temukan di website (KPU). Saya kira ini membuktikan bahwa apa yang dibicarakan masyarakat memang terjadi,” kata Amin.

Dan riset (verifikasi) ini bisa dilakukan semua orang, bisa menelusuri sendiri, dari sana akan kelihatan (adanya perbedaan angka di Formulir C1 dan website KPU). Ini contoh, akhirnya tudingan penggelembungan suara ada buktinya,” tandasnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas